Lets GO NOW !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Welcome to my blog, you can find many information here..... thank you............................ KIRA
Sunday, February 17, 2013
Kenalan yuk sama Sentation Of Stage S.O.S
Ini diah ni para personil S.O.S klik aja untuk nntn OK :) ;) !!!!!!!
Saturday, February 16, 2013
Bahan Pakan Nonkonvensional
1. Bahan
Pakan Tepung Bekicot
Bekicot dahulu dianggap
sebagai hama tanaman, namun sejak akhir tahun tujuh puluhan bekicot menjadi
komoditi ekspor yang digemari. Ekspor bekicot terus menerus meningkat dari
tahun ke tahun. Pasaran ekspor bekicot yang utama adalah Perancis dan yang lain
adalah negara Taiwan, Kanada, Jerman Barat, Amerika Serikat, Jepang, Singapura,
Hongkong, Malaysia, Belgia dan Luxsemburg. Indonesia merupakan pemasok bekicot
nomor dua terbesar di dunia setelah Yunani. Penyediaan bekicot untuk ekspor
sampai saat ini masih banyak yang diperoleh dari penangkapan di alam bebas.
Kegiatan penangkapan bekicot di alam yang semakin intensif akan memperkecil
populasi bekicot (Asa, 1984).
Budidaya bekicot merupakan
satu-satunya pilihan agar komoditi tersebut tetap tersedia. Sehubungan dengan
hal tersebut, maka sifat-sifat bekicot perlu diketahui jika ingin
membudidayakan. Bekicot termasuk keong darat, bukan merupakan binatang air.
Tempat hidup yang digemari bekicot adalah tempat yang teduh dan gelap. Bekicot
aktif pada waktu malam hari (noktural). Sifat noktural bekicot bukan
semata-mata ditentukan oleh faktor gelap di waktu malam, namun juga suhu dan
kelembaban lingkungannya. Bekicot memiliki tubuh yang lunak sehingga dimasukkan
ke dalam filum Molusca (mollis dalam bahasa Yunani berarti
lunak). Bekicot berjalan menggunakan perutnya sehingga bekicot dimasukkan dalam
kelas Gastropoda. Bekicot bernafas dengan menggunakan kantong paru-paru,
oleh karena itu dimasukkan ke dalam Pulmonata. Di bagian kepala terdapat
dua pasang tentakel, dengan sepasang “mata” (ocelus) pada ujung tentakel
superior, oleh karena itu dimasukkan ke dalam Stylomatophora (Asa, 1984).
Di Indonesia dikenal dua
macam spesies bekicot yaitu Achatina fulica dan Achatina variegata,
namun sering pula dijumpai bekicot hasil persilangan antara ke dua spesies
tersebut. Cangkang bekicot dapat digunakan untuk membedakan jenis bekicot.
Cangkang pada Achatina fulica bergaris-garis lurus berwarna coklat,
bentuk cangkangnya lebih langsing. Cangkang Achatina veriegata bergaris
patah-patah coklat kemerahan lebih jelas dan bentuk cangkangnya lebih gemuk
(Asa, 1984).
Bekicot berasal dari Afrika
Timur, kemudian menyebar ke kepulauan Mauritius, India lalu ke Semenanjung
Malaya. Sekitar tahun 1922, bekicot jenis Achatina fulica masuk ke
Kalimantan dan Sumatera, kemudian pada tahun 1933 bekicot jenis Achatina
fulica tersebut masuk ke pulau Jawa. Sedangkan bekicot jenis Achatina
variegata masuk ke pulau Jawa pada tahun 1942 bersama dengan masuknya
tentara Jepang. Bekicot dikenal sebagai hewan yang rakus dan memiliki
toleransi besar terhadap berbagai macam
makanan dan tahan terhadap persediaan makanan yang terbatas. Bekicot memerlukan
sumber kalsium untuk pembentukan cangkangnya. Pakan bekicot tidak boleh
mengandung garam dapur, cabe dan abu dapur (Asa, 1984).
Bekicot tidak tahan terhadap
sinar matahari langsung, senang di daerah tropik, tidak tahan di daerah yang
waktu keringnya terlalu panjang dan di daerah bersalju. Pada waktu keadaan
lingkungan kering, bekicot menjadi tidak aktif (aestivasi) dan menarik tubuhnya
ke dalam cangkang kemudian kakinya mengeluarkan lapisan lendir yang kaku dan
mengeras untuk menutup lubang cangkang guna melindungi dirinya dari kekeringan.
Sewaktu aestivasi bekicot bernafas melalui celah kecil (pneumostoma)
yang berhubungan dengan kantong paru-paru (Reksohadiprojo, 1994).
Bekicot bersifat hermaprodit
sehingga dalam satu tubuh terdapat alat kelamin jantan maupun betina. Umur
pubertas bekicot dicapai setelah panjang cangkang berukuran 80 mm. Untuk
keperluan pembuahan, bekicot melakukan perkawinan silang. Sperma hasil
perkawinan silang antara dua induk bekicot tersebut disimpan dalam alat
penimbun sperma (spermateka). Setiap ekor bekicot merupakan penghasil telur.
Sebelum bertelur, bekicot menunjukkan kelakuan membuat sarang. Waktu yang
diperlukan induk bekicot untuk membuat sarang adalah antara 1.5 - 2 jam. Jumlah
telur yang dihasilkan bekicot juga dipengaruhi oleh kondisi daerah tempat
hidupnya. Jumlah telur yang dihasilkan oleh bekicot dipengaruhi oleh panjang
cangkangnya. Semakin panjang ukuran cangkang bekicot maka jumlah telur yang
dihasilkan semakin banyak. Waktu yang diperlukan untuk sekali proses peneluran
rata-rata sekitar 12 jam (Reksohadiprojo, 1994).
Umumnya bekicot bertelur
dalam sarang di dalam tanah. Ada di antara induk bekicot yang meletakkan
telurnya di bawah kayu, batu atau benda lainnya. Induk bekicot yang meletakkan
telunya di tempat tanah juga ada, tetapi jarang. Induk bekicot membuat sarang
dengan menggali tanah menggunakan kepalanya. Kedalaman sarang telur bekicot
antara 3 - 5 cm. Bila induk meninggalkan sarang, telur ditutup dengan tanah.
Telur secara alami dibiarkan dalam sarang dan selanjutnya diserahkan sepenuhnya
pada alam sampai menetas. Bekicot tidak dapat menggali tanah untuk bertelur
apabila tanah terlalu kering dan keras, sedangkan bila tanah selalu tergenang
air maka bekicot akan mati dan telur yang ditetaskan akan membusuk. Telur
bekicot cenderung membentuk elips dengan diameter rata-rata 4,5 – 5,5. mm.
Volume rata-rata telur bekicot adalah 0,055 ml dengan berat rata-rata 0,061 g.
Permukaaan telur bekicot dilapisi oleh selaput yang mampu menyerap air dari
sekitarnya untuk mempertahankan kelembaban telur dan mempunyai fungsi dalam
pertukaran oksigen pada telur selama masa penetasan. Fertilitas telur bekicot
rata-rata 81,79 persen. Fertilisasi telur dapat diketahui pada waktu antara dua
sampai empat hari penetasan sehingga telur bekicot ada yang mulai menetas. Masa
penetasan telur bekicot antara satu sampai sepuluh hari. Proses keluarnya anak
bekicot dari cangkang telurnya berlangsung antara 6 sampai 10 jam
(Reksohadiprojo, 1994).
Cara pemeliharaan bekicot
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu cara pemeliharaan terpisah dan cara
pemeliharaan campuran. Bekicot dikelompokkan menurut umur dan panjang cangkang,
sehingga terdapat kandang penetasan, kandang induk dan kandang pembesaran pada
cara pemeliharaan terpisah. Kandang induk dan kandang penetasan dapat juga
dijadikan satu. Bekicot dapat tidak dikelompok-kelompokkan pada cara
pemeliharaan campuran. Sistem kandang umtuk tempat pemeliharaan bekicot ada
beberapa macam yaitu kandang umbaran, kandang kotak, kandang lubang dan kandang
sumuran. Kandang bekicot harus dalam keadaan lembab dan teduh. Makanan bekicot
sebagian besar berupa hijauan, baik hijauan sisa maupun hijauan segar. Namun
bekicot sangat peka terhadap rasa asin dan pedas. Bekicot juga tidak boleh
terkena sisa abu pembakaran karena akan mengganggu proses pengeluaran lendir dan
bial hal ini berlanjut dapat menyebabkan kematian bagi bekicot. Pakan bekicot
harus dalam keadaan basah (Asa, 1984).
Bekicot selain sebagai
komoditi ekspor juga merupakan sumber protein hewani bagi ternak. Daging
bekicot tidak terdapat senyawa yang dapat meracuni ternak. Untuk menjamin
kelayakan daging bekicot sebagai pakan yang baik maka perlu pengolahan yang
baik. Selain pencuciannya yang harus bersih, penambahan abu atau arang pada
waktu merebusnya akan lebih meyakinkan penetralan racun yang ada. Dengan
merebus sampai mendidih (di atas 100oC) sudah dipastikan dapat mematikan kuman
patogen yang berbahaya. Daging bekicot yang dibuat menjadi pakan ternak
sebaiknya dijadikan tepung terlebih dahulu baik dalam bentuk Raw Snail Meal (tepung
bekicot mentah) maupun Boilled Snail Meal (tepung bekicot rebus) (Mahe,
1993).
Menurut Mahe (1993) penggunaan
daging bekicot sebagai bahan pakan ternak unggas diperlukan proses pengolahan
sebagai berikut.
a) Bekicot hidup dikumpulkan dalam ruangan lembab, selanjutnya
ditaburi garam dengan perbandingan 1 kg untuk 10 kg bekicot. Didiamkan selama
15 menit, selanjutnya diaduk sampai rata sehingga lendir yang beracun keluar semua.
b) Bekicot yang sudah digarami, lalu dibersihkan dengan dimasukkan
dalam drum yang berisi air kapur.
c) Bekicot dengan cangkangnya selanjutnya direbus setengah matang, dikeluarkan
dan dicukili dagingnya untuk dipisahkan dari cangkangnya.
d) Daging bekicot dicuci sekali lagi dari kemungkinan sisa lendir
yang masih ada, kemudian direbus sampai masak untuk menghindarkan adanya
bakteri salmonela, selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari dan digiling menjadi
tepung.
Daging bekicot sebagai bahan
pakan unggas dapat dimanfaatkan untuk mengganti tepung ikan, karena menpunyai
kandungan protein yang sebanding, selain itu juga memiliki kandungan asam amino
dan mineral yang cukup memenuhi persyaratan sebagai pakan bergizi. Apabila
tepung bekicot mentah digunakan sebagai campuran pakan, sebaiknya tidak lebih
dari 10 persen, sedangkan penggunaan tepung bekicot rebus antara 5 - 15 persen
(Asa, 1984). Ditambahkan oleh Santoso (1987) bahwa tepung bekicot dapat
digunakan sebagai campuran ayam pedaging sampai 15 persen dan tidak memberikan
pengaruh yang negatif. Pada penggunaan tepung bekicot sebesar 7,5 persen dalam
pakan dapat memberikan pertumbuhan ayam yang lebih baik dari pada ayam yang
tidak mendapat pakan tanpa campuran tepung bekicot. Hasil penelitian Mahe
(1993) tentang pengaruh penggunaan tepung
bekicot (Achatina fulica) dalam ransum terhadap performan
puyuh periode layer menunjukkan penggunaan tepung bekicot sampai 15
persen dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap
konsumsi pakan, konversi pakan dan efisiensi pakan, tetapi menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata terhadap produksi telur. Sedangkan terhadap
berat telur menunjukkan perbedaan yang nyata. Produksi telur yang paling
tinggi dihasilkan oleh puyuh yang mendapat pakan dengan campuran tepung
bekicot sebesar 15 persen. Pakan dengan kandungan tepung bekicot sebesar
10 persen menunjukkan konversi yang paling rendah sedangkan efisiensi pakan
dicapai oleh puyuh yang mendapatkan pakan tanpa campuran tepung bekicot.
Selanjutnya dinyatakan bahwa tepung bekicot sebaiknya digunakan dalam
tingkat 15 persen dalam pakan pakan puyuh periode starter. Sebab dalam
hal ini memberikan produksi paling tinggi dibanding lainnya. Dengan
demikian tepung bekicot dapat dijadikan alternatif pengganti tepung
ikan.
2. Bahan
Pakan Tepung Daun Pisang
Menurut Anonim (2011) tanaman pisang mempunyai sitematika sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Phylum : Spermatophyta
Sub phylum
: Angiospermae
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili: Musaceae
Genus: Musa
Spesies: Musa paradisiaca
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili: Musaceae
Genus: Musa
Spesies: Musa paradisiaca
Spesies : Musa paradisiaca yaitu pisang-pisang yang enak
dimakan, Musa texcilisnoe yaitu pisang-pisang yang hanya diambil pelepah
batangnya dan Musa sebrina van hautte yang merupakan tanaman pisang
liar yang hanya ditanam sebagai hiasan.
Menurut kegunaannya tanaman
pisang dibagi menjadi dua, yaitu musa paradisica forma typica yang
merupakan golongan tanaman pisang yang buahnya dapat dimakan setelah
diolah terlebih dahulu dan pisang yang dapat dimakan setelah masak (buah
segar) yang masuk ke dalam golongan musa paradisica var. sapientum dan
Musa nana L. atau musa cavendisher Tanaman pisang berasal dari Asia
Tenggara. Tanaman pisang mudah tumbuh pada lingkungan tropik maupun sub
tropik. Pada kondisi musim kering, tanaman pisang tahan hidup karena
kandungan air dalam pelepah batang tanaman pisang antara 80 - 90 persen.
Tanah yang cocok untuk kehidupan tanaman pisang adalah sedikit asam
sampai agak basa atau antara pH 6 sampai 8. Pada tanah asam, tanaman
pisang mudah terserang penyakit. Tanaman pisang akan tumbuh subur dan
tumbuh dengan baik bila kadar humus pada tanah relatif tinggi, kondisi ini
banyak dijumpai pada tanah liat yang menagndung kapur (Rismunandar, 1989).
Sinar matahari mutlak
diperlukan oleh tanaman pisang. Iklim yang ideal untuk pertumbuhan tanaman
pisang bila kondisi udara lembab, banyak sinar matahari dengan perubahan panas
yang tidak menyolok. Sebaliknya pada daerah yang kekurangan sinar matahari,
pertumbuhan tanaman pisang akan menjadi lambat (Supriyadi, dkk, 1993).
Tanaman pisang sangat baik
di budidayakan pada tanah-tanah vulkanik atau alluvial dengan tekstur lempung,
lempung berpasir, atau lempung liat berdebu. Tanah tersebut hendaknya
berstruktur longgar (gembur) sehingga mudah menghisap atau melepaskan air.
Keasaman tanah berkisar antara 4 - 6 dan pH optimal adalah 6 - 7. Kedalaman
tanah (solum) minimal 50 cm. Walaupun pisang dapat tumbuh pada berbagai
jenis tanah, tetapi akan lebih baik pertumbuhannya bila di tanam pada struktur
tanah yang gembur atau struktur tanah yang remah dan tidak di tanam di tanah
yang padas, dan pH tanah yang di kehendaki berkisar 4,5 - 7,5. Umumnya tanaman
pisang lebih menyukai dataran rendah yang beriklim lembah, ketinggian yang
dikehendaki 300 m di atas permukaan air laut. Akan tetapi ia juga mampu hidup
sampai ketinggian 1000 m diatar permukaan air laut, namun pada ketinggian
tersebut hasil seratnya akan berkurang (Supriyadi, dkk, 1993).
Tanaman pisang dapat hidup
di daerah tropis sampai sub tropis. Suhu yang dikehendaki untuk tumbuh dengan
normal antara 170C - 300C. Untuk tumbuh normal, tanaman pisang memerlukan curah
hujan yang normal minimal 2.000 mm/tahun tetapi tidak menutup kemungkinan di
bawah 2.000 mm/tahun, asalkan di adakan pengairan yang teratur karena tanaman
pisang membutuhkan air yang cukup. Pengairan di sesuaikan kondisi kelembaban
tanah kering/basah. Kelerengan yang dikehendaki tanaman pisang berkisar antara
15 - 25%. Kelerengan di atas 25% juga dapat dimanfaatkan asalkan di buat
terasering untuk memudahkan pemeliharaan dan menghindari erosi tanah (Supriyadi, dkk, 1993).
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penentuan jarak tanam yakni singkat kesuburan tanah, jenis, atau
klon tanaman dan tingkat kemiringan lahan. Pada tanah yang subur, jarak tanam
biasanya lebih besar jika di bandingkan pada tanah yang kurang subur. Jenis
atau klon tanaman yang berkanopi lebar di tanam dengan jarak yang lebih besar
di bandingkan dengan berkanopi kecil. Sedangkan pada tanah dengan topografi
berbukit miring, biasanya jarak tanaman lebih besar karena harus mengikuti arah
garis kontour. Pada pisang jenis mangundinao kita menggunakan jarak tanam 5 x 5
m ( P x L ) dan dalam kurun waktu empat bulan setelah tanam akan tumbuh 2 - 3
anakan (Rismunandar, 1989).
Penentuan waktu tanam
berkaitan erat dengan kesediaan air di lokasi yang bersangkutan. Saat waktu
tanam pisang yang baik adalah beberapa hari menjelang musim hujan tiba, yaitu
pada pagi hari jam 07.00 - 10.30 dan sore hari jam 14.30 - 17.00. Mengacu pada
usaha konservasi lahan terdapat 2 pola tanam yaitu untuk lahan dataran tinggi
ditanam dengan pola monokultur, dan untuk dataran rendah dengan pola tumpang
sari. Penanaman dengan pola monokultur untuk dataran rendah yakni penanaman
satu jenis tanaman. Kelemahan monokultur yakni memberi peluang beradanya hama
dan penyakit yang tidak pernah putus dan juga terjadinya ledakan hama karena
persediaan makan tercukupi. Penanaman tumpang sari dengan cara penanaman
tanaman pokok (pisang) dan diantara tanaman pokok juga ditanam satu jenis
tanaman lain misalnya kedele, tanaman sela di tanam saat penanam tanaman pokok
dan umur tanaman sela harus lebih pendek dari tanaman pokok (Rismunandar, 1989).
Sesuai dengan kemajuan
teknologi, budidaya tanaman pisang mengalami kemajuan. Budidaya tanaman pisang
diharapkan untuk mendapatkan hasil yang optimum dan buah pisang yang bermutu
tinggi. Hal ini didukung oleh iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman
pisang. Walaupun demikian tidak semua wilayah merupakan sentra produksi tanaman
pisang (Munadjim, 1984)..
Disisi lain budidaya tanaman
pisang yang dilakukan oleh masyarakat menjadi penentu sentra produksi tanaman
pisang. Produksi tanaman pisang di Indonesia pada tahun 1989 mencapai 2.457.760
ton. Indonesia merupakan penghasil buah pisang terbesar di Asia dengan
menguasai produksi sebesar 50 persen dan setiap tahun terus meningkat (Munadjim, 1984).
Tanaman pisang dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan manusia. Selain buahnya, bagian tanaman yang lainpun
dapat dimanfaatkan mulai dari bonggol sampai daun. Bagian tanaman pisang yang
dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak adalah umbi, batang, jantung
pisang dan daun pisang. Pemanfaatannya dapat langsung diberikan kepada ternak,
dapat juga dibuat dalam bentuk tepung terlebih dahulu. Cara pembuatan tepung
daun pisang mula-mula daun segar dipotong dari pohonnya dan dipisahkan dari
pelepahnya. Kemudian daun pisang dikeringkan dengan sinar matahari selama empat
sampai tujuh hari dan akhirnya digiling (Trisaksono, 1994).
Menurut
Trisaksono (1994) untuk
memperbaiki nilai gizi tepung daun pisang maka dalam pakan ternak perlu
ditambahkan bahan pakan lain sebagai campuran, seperti tepung ikan dan bekatul.
Daun pisang mempunyai kandungan karbohidrat dan energi yang relatif tinggi di
antara bahan pakan yang lain.
Kelemahan daun pisang
sebagai alternatif bahan pakan unggas adalah adanya faktor pembatas yaitu
kandungan tannin. Ada dua golongan tannin di dalam daun pisang yaitu tannin
yang bebas yang dapat menyebabkan rasa pahit dan tannin tidak bebas yang
sedikit pengaruhnya terhadap palatabilitas. Tannin merupakan polimer fenol yang
dapat menurunkan palatabilitas, menghambat kerja enzim dan mempunyai kemampuan
untuk mengikat protein. Pada unggas, tannin menyebabkan kejadian penurunan
konsumsi. Selain itu juga mengurangi daya cerna protein karena menghambat
aktivitas enzim proteolitik khususnya tripsin. Tannin juga menyebabkan retensi
nitrogen tertekan dan mengakibatkan penurunan daya cerna asam amino. Daun
pisang dapat digunakan sebagai bahan pakan ayam dan mempunyai pengaruh yang
baik terhadap pertumbuhan ayam petelur (Santoso, 1987).
Selanjutnya dilaporkan juga
bahwa aras pemberian tepung daun pisang sebesar 9 persen dalam pakan sebagai
pengganti daun lamtoro tidak banyak mempengaruhi konsumsi, konversi dan
efisiensi pakan ayam broiler. Berdasarkan analisis ekonomi, pemberian tepung
daun pisang ternyata lebih ekonomis dari pada daun lamtoro. Daun pisang dapat digunakan
untuk makanan sapi dan kerbau pada waktu musim kemarau apabila kekurangan
rumput (Rismunandar, 1989).
Penelitian Trisaksono (1994)
menunjukkan bahwa pemberian tepung daun pisang yang ditambahkan enzim sellulase
menunjukkan semakin meningkat aras pemberian tepung daun pisang memberi efek
terhadap peningkatan konsumsi pakan yang maksimum pada aras pemberian 10
persen, tetapi memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konversi pakan.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pemberian tepung daun pisang yang paling baik
digunakan sebagai bahan campuran dalam pakan adalah aras 20 persen karena dari
hasil analisis varian memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konversi
pakan.
Menyimak
Pengertian dan Batasan
Menyimak adalah suatu proses kegiatan
mendengarkan lambing-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman,
apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menagkap isi, serta
memahami makna komunikasi yang tidak disampaikan oleh si pembicara melalui
ujaran atau bahasa liasan. Menyimak dan membaca berhubungan erat karena
keduanya marupakan alat untuk menerima komunikasi. Perbedaannya terletak dalam
hal jenis komunikasi : menyimak berhubungan
dengan komunikasi lisan sedangkan membaca berhubungan dengan komunikasi
tulis.
2.
Tahap-tahap menyimak
Terdapat 9 tahap menyimak yang secara
berurutan mulai dari yang tidak berketentuan sampai dengan yang amat
bersungguh-sungguh, yaitu :
a)
Menyimak secara sadar yang bersifat berkala
b)
Selingan-selingan atau gangguan yang sering
terjadi sebaik dia mendengarkan secara intensional
c)
Setengah mendengarkan sementara dia menuggu
kesempatan untuk mengapresiasikan isi hatinya
d)
Penyerapan atau penangkapan pasif yang sesungguhnya
e)
Menyimak sekali-sekali
f)
Menyimak dengan tidak memberika reaksi terhadap
pesan yang disampaikan pembicara
g)
Reaksi berkala terhadap pembicaraan dengan
membuat komentar atau mengajukan pertanyaan
h)
Menyimak secara seksama dan sungguh-sungguh
mengikuti jalan fikiran pembicara
i)
Menyimak secara aktif mendapatkan serta
menemukan pikiran serta pendapat pembicara
3.
Jenis-jenis menyimak
a)
Menyimak ekstensif, yaitu kegiatan menyimak yang
berhubungan dengan atau mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap
sesuatu bahasa.
b)
Menyimak Intensif, yaitu menyimak bahasa alamiah
secara lebih bebas dan leboh umum serta tidak perlu dibawah bimbingan
c)
Menyimak social, yaitu menyimak yang berlangsung
dalam situasi social tempat orang-orang mengobrol atau bercengkrama.
d)
Menyimak sekunder, yaitu kegiatan menyimak
secara kebetulan
e)
Menyimak estetik, yaitu fase terakhira dari
kegiatan menyimak secara kebetulan
f)
Menyimak kritis, yaitu kegiatan menyimak yang
didalamnya sudah terlihat kurangnya keaslian ataupun kehadiran prasangka serta
ketidakteliatian atas hal yang diamati
g)
Menyimak konsentratif
h)
Menyimak kreatif
i)
Menyimak penyelidikan, yaitu menyimak intensif
dengan maksuda dan tujuan yang agak lebih sempit
j)
Menyimak introgatif, yaitu menyimak intensif
yang menuntut lebih banyak konsentrasi
k)
Menyimak pasif, yaitu penyerapan suatu bahasa
tanpa upaya sadar yang biasanya menandai upaya-upaya kita pada saat belajar
l)
Menyimak selektif
BENZENA
Benzena, juga dikenal dengan rumus kimia C6H6, PhH, dan benzol, adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan tak berwarna danmudah terbakar serta mempunyai bau yang manis. Benzena terdiri dari 6 atom karbon yang membentuk cincin, dengan 1 atom hidrogen berikatan pada setiap 1 atom karbon. Benzena merupakan salah satu jenis hidrokarbon aromatik siklik dengan ikatan pi yang tetap. Benzena adalah salah satu komponen dalam minyak bumi, dan merupakan salah satu bahan petrokimia yang paling dasar serta pelarut yang penting dalam dunia industri. Karena memiliki bilangan oktan yang tinggi, maka benzena juga salah satu campuran penting pada bensin. Benzena juga bahan dasar dalam produksi obat-obatan, plastik, bensin, karet buatan, dan pewarna. Selain itu, benzena adalah kandungan alami dalam minyak bumi, namun biasanya diperoleh dari senyawa lainnya yang terdapat dalam minyak bumi. Karena bersifat karsinogenik, maka pemakaiannya selain bidang non-industri menjadi sangat terbatas.
Benzena ditemukan pada tahun 1825 oleh seorang ilmuwan Inggris, Michael Faraday, yang mengisolasikannya dari gas minyak dan menamakannya bikarburet dari hidrogen. Pada tahun 1833, kimiawan Jerman, Eilhard Mitscherlich menghasilkan benzena melalui distilasi asam benzoat (dari benzoin karet/gum benzoin) dan kapur. Mitscherlich memberinya nama benzin. Pada tahun 1845, kimiawan Inggris, Charles Mansfield, yang sedang bekerja di bawah August Wilhelm von Hofmann, mengisolasikan benzena dari tir (coal tar). Empat tahun kemudian, Mansfield memulai produksi benzena berskala besar pertama menggunakan metode tir tersebut.
Senyawa Turunan Benzena
Durena Asam benzoat Etilbenzena Mesitilena
Parasetamol Asam ''picric'' p-Xylena Nitrobenzena
Reaksi Benzena
1. reaksi halogen
2. reaksi Alkalisasi
3. reaksi Nitrasi
4. reaksi Sulfonasi
5. reaksi Adisi
Thursday, February 14, 2013
Konsistensi Tanah
Konsistensi
tanah menunjukkan integrasi antara kekuatan daya kohesi butir-butir tanah
dengan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Keadaan tersebut
ditunjukkan dari daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya
yang akan mengubah bentuk tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan
penggaruan. Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa tanah-tanah yang mempunyai
konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Penetapan konsistensi tanah dapat dilakukan
dalam tiga kondisi, yaitu: basah, lembab, dan kering. Konsistensi basah
merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah di atas
kapasitas lapang (field cappacity). Konsistensi lembab merupakan penetapan
konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang.
Konsistensi kering merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah kering udara.
Pada kondisi , konsistensi tanah dibedakan berdasarkan
tingkat plastisitas dan tingkat kelekatan. Tingkatan plastisitas ditetapkan dari tingkatan sangat plastis,
plastis, agak plastis, dan tidak plastis (kaku). Tingkatan kelekatan ditetapkan
dari tidak lekat, agak lekat, lekat, dan sangat lekat.
Pada kondisi lembab, konsistensi tanah dibedakan ke dalam tingkat kegemburan sampai dengan tingkat keteguhannya. Konsistensi lembab dinilai mulai dari: lepas, sangat gembur, gembur, teguh, sangat teguh, dan ekstrim teguh. Konsistensi tanah gembur berarti tanah tersebut mudah diolah, sedangkan konsistensi tanah teguh berarti tanah tersebut agak sulit dicangkul.
Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat kekerasan tanah. Konsistensi kering dinilai dalam rentang lunak sampai keras, yaitu meliputi: lepas, lunak, agak keras, keras, sangat keras, dan ekstrim keras.
Cara penetapan konsistensi untuk kondisi lembab dan kering ditentukan dengan meremas segumpal tanah. Apabila gumpalan tersebut mudah hancur, maka tanah dinyatakan berkonsistensi gembur untuk kondisi lembab atau lunak untuk kondisi kering. Apabila gumpalan tanah sukar hancur dengan cara remasan tersebut maka tanah dinyatakan berkonsistensi teguh untuk kondisi lembab atau keras untuk kondisi kering. Dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari, yaitu kategori: melekat atau tidak melakat. Selain itu, dapat pula berdasarkan mudah tidaknya membentuk bulatan, yaitu: mudah membentuk bulatan atau sukar membentuk bulatan; dan kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut (plastis atau tidak plastis). Secara lebih terinci cara penentuan konsistensi tanah dapat dilakukan sebagai berikut:
(I) Konsistensi Basah
1.1 Tingkat Kelekatan, yaitu menyatakan tingkat kekuatan daya adhesi antara butir-butir tanah dengan benda lain, ini dibagi 4 kategori:
(1) Tidak Lekat (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak melekat pada jari tangan atau benda lain.
(2) Agak Lekat (Nilai 1): yaitu dicirikan sedikit melekat pada jari tangan atau benda lain.
(3) Lekat (Nilai 2): yaitu dicirikan melekat pada jari tangan atau benda lain.
(4) Sangat Lekat (Nilai 3): yaitu dicirikan sangat melekat pada jari tangan atau benda lain.
Pada kondisi lembab, konsistensi tanah dibedakan ke dalam tingkat kegemburan sampai dengan tingkat keteguhannya. Konsistensi lembab dinilai mulai dari: lepas, sangat gembur, gembur, teguh, sangat teguh, dan ekstrim teguh. Konsistensi tanah gembur berarti tanah tersebut mudah diolah, sedangkan konsistensi tanah teguh berarti tanah tersebut agak sulit dicangkul.
Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat kekerasan tanah. Konsistensi kering dinilai dalam rentang lunak sampai keras, yaitu meliputi: lepas, lunak, agak keras, keras, sangat keras, dan ekstrim keras.
Cara penetapan konsistensi untuk kondisi lembab dan kering ditentukan dengan meremas segumpal tanah. Apabila gumpalan tersebut mudah hancur, maka tanah dinyatakan berkonsistensi gembur untuk kondisi lembab atau lunak untuk kondisi kering. Apabila gumpalan tanah sukar hancur dengan cara remasan tersebut maka tanah dinyatakan berkonsistensi teguh untuk kondisi lembab atau keras untuk kondisi kering. Dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari, yaitu kategori: melekat atau tidak melakat. Selain itu, dapat pula berdasarkan mudah tidaknya membentuk bulatan, yaitu: mudah membentuk bulatan atau sukar membentuk bulatan; dan kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut (plastis atau tidak plastis). Secara lebih terinci cara penentuan konsistensi tanah dapat dilakukan sebagai berikut:
(I) Konsistensi Basah
1.1 Tingkat Kelekatan, yaitu menyatakan tingkat kekuatan daya adhesi antara butir-butir tanah dengan benda lain, ini dibagi 4 kategori:
(1) Tidak Lekat (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak melekat pada jari tangan atau benda lain.
(2) Agak Lekat (Nilai 1): yaitu dicirikan sedikit melekat pada jari tangan atau benda lain.
(3) Lekat (Nilai 2): yaitu dicirikan melekat pada jari tangan atau benda lain.
(4) Sangat Lekat (Nilai 3): yaitu dicirikan sangat melekat pada jari tangan atau benda lain.
1.2 Tingkat Plastisitas, yaitu menunjukkan kemampuan tanah membentuk gulungan, ini dibagi 4 kategori berikut:
(1) Tidak Plastis (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak dapat membentuk gulungan tanah.
(2) Agak Plastis (Nilai 1): yaitu dicirikan hanya dapat dibentuk gulungan tanah kurang dari 1 cm.
(3) Plastis (Nilai 2): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm dan diperlukan sedikit tekanan untuk merusak gulungan tersebut.
(4) Sangat Plastis (Nilai 3): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm dan diperlukan tekanan besar untuk merusak gulungan tersebut.
(II) Konsistensi Lembab
Pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang, konsistensi dibagi 6 kategori sebagai berikut:
(1) Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan tanah tidak melekat satu sama lain atau antar butir tanah mudah terpisah (contoh: tanah bertekstur pasir).
(2) Sangat Gembur (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah sekali hancur bila diremas.
(3) Gembur (Nilai 2): yaitu dicirikan dengan hanya sedikit tekanan saat meremas dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(4) Teguh / Kokoh (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan agak kuat saat meremas tanah tersebut agar dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(5) Sangat Teguh / Sangat Kokoh (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukannya tekanan berkali-kali saat meremas tanah agar dapat menghancurkan gumpalan tanah tersebut.
(6) Sangat
Teguh Sekali / Luar Biasa Kokoh (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan tidak
hancurnya gumpalan tanah meskipun sudah ditekan berkali-kali saat meremas tanah
dan bahkan diperlukan alat bantu agar dapat menghancurkan gumpalan tanah
tersebut.
(III) Konsistensi Kering
Penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah kering udara, ini dibagi 6 kategori sebagai berikut:
(1) Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan butir-butir tanah mudah dipisah-pisah atau tanah tidak melekat satu sama lain (misalnya tanah bertekstur pasir).
(2) Lunak (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah hancur bila diremas atau tanah berkohesi lemah dan rapuh, sehingga jika ditekan sedikit saja akan mudah hancur.
(3) Agar Keras (Nilai 2): yaitu dicirikan gumpalan tanah baru akan hancur jika diberi tekanan pada remasan atau jika hanya mendapat tekanan jari-jari tangan saja belum mampu menghancurkan gumpalan tanah.
(4) Keras (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan makin susah untuk menekan gumpalan tanah dan makin sulitnya gumpalan untuk hancur atau makin diperlukannya tekanan yang lebih kuat untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(5) Sangat Keras (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan yang lebih kuat lagi untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah makin sangat sulit ditekan dan sangat sulit untuk hancur.
(6) Sangat Keras Sekali / Luar Biasa Keras (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan diperlukannya tekanan yang sangat besar sekali agar dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah baru bisa hancur dengan menggunakan alat bantu (pemukul).
Beberapa faktor yang mempengaruhi konsistensi tanah adalah: (1) tekstur tanah, (2) sifat dan jumlah koloid organik dan anorganik tanah, (3) sruktur tanah, dan (4) kadar air tanah.
Regulasi Enzim Dan Sistem Digesti Lambung Majemuk Pada Hewan Ruminansia
Seperti
kita tahu, ruminansia atau hewan pemamah biak mempunyai lambung majemuk. Hal
ini berarti lambung ruminansia lebih dari satu buah, yaitu rumen, retikulum,
omasum dan abomasum. Pada ruminansia dewasa, rumen adalah bagian lambung yang
paling besar. Di antara lambung-lambung tersebut lambung sejatinya adalah abomasum,
di mana dalam abomasum terjadi proses pencernaan sebagaimana lambung
monogastrik lain, karena abomasum menghasilkan cairan lambung (gastric juice).
Saat
dilahirkan abomasum bayi ruminansia berukuran 70% dari keseluruhan lambung
majemuknya, sangat kontras dengan kondisi saat dewasa dimana abomasum hanya 8%
dari total volume lambung majemuknya. Pada bayi ruminansia, sistem digestinya
mirip dengan sistem digesti monogastrik. Pada fase prerumiansia ini, pakan cair
akan masuk melalui esophageal groove, satu lekukan sehingga makanan langsung
masuk ke dalam abomasum tanpa melalui lambung depan (rumen, retikulum, omasum).
Abomasum ini secara fisik dan biokimiawi mampu mencerna bahan pakan utama pedet
yaitu susu. Pada masa preruminansia ini,abomasum mensekresi renin. Renin
mempunyai kemampuan menjendalkan susu dan memisahkkannya menjadi kasein dan
whey.Whey masuk ke dalam duodenum dalam 5 menit setelah minum susu, sementara
kasein akan tetap berada di dalam abomasum. Renin adalah enzim proteolitik dan
bertanggung jawab terhadap pemecahan jendalan susu tersebut pada pedet yang
berumur sangat muda sebelum enzim tersebut digantikan oleh pepsin. Jendalan
kasein mengalami degradasi secara bertahap oleh renin dan atau pepsin serta
asam klorida dan secara partial perncernaan protein ini akan berlangsung selama
24 jam. Setelah masuk ke dalam intestinum maka enzim yang lain akan berperan
untuk mencerna bahan pakan tersebut.
Enzim-enzim
seperti tripsin, kimotripsin dan karbopeptidase yang disekresikan oleh pankreas
serta peptidase lain yang disekresi intestinum kemudian bahan pakan telah
menjadi asam amino akan dilanjutkan dengan absorpsi di dalam usus halus.
Pergantian
renin oleh pepsin secara gradual di dalam abomasum terjadi dengan semakin
dewasanya pedet. Aktifitas renin mencapai puncaknya pada pH 4, sedangkan
optimum pH pepsin adalah 2. Walaupun sudah ada, aktifitas pepsin sangat rendah
hingga pedet berumur 3 minggu. Setelah itu terjadi peningkatan pepsin karena
pedet juga mulai mengkonsumsi pakan selain susu. Sebelum pedet dapat mencerna
nonmilk protein (tanaman, hewani atau ikan), cairan abomasum harus mencapai pH
2 agar pepsin dapat berfungsi secara optimal.
Struktur
lambung memiliki empat ruangan, yaitu: Rumen, Retikulum, Omasum dan Abomasum.
Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dart isi rongga perut.
Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan
dimamah kembali (kedua kah). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses
pembusukan dan peragian.
Lambung
ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum
dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya.
Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian
ini terlihat dari bentuk gentingan pada saat otot sfinkter berkontraksi.
Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang
sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein,
polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh
bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke
retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan
yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan Jimuntahkan kembali ke mulut untuk
dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke
ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan
bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut
yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara
kimiawi oleh enzim.
Selulase
yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa
menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena
pH yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan
untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan
ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.
Aktifitas
enzim-enzim menjadi glukosa dan galaktosa agar dapat diabsorpsi dan
dimanfaatkan tubuh.
Laktase
adalah enzim yang disekresi sel-sel mukosa intestinal dan berperan dalam
menghidrolisa atau memecah laktosa. Laktase tersedia cukup di dalam intestinal
ruminansia yang baru lahir. Neonatal ruminansia umur 1 hari mempunyai laktase
dengan derajat aktifitas maksimal pada mukosa intestinal. Aktifitas laktase ini
akan semakin menurun dengan bertambahnya umur anak ruminansia, hingga pada
akhirnya tidak berperan sama sekali. Penurunan ini mungkin dipengaruhi oleh
faktor genetik dan atau hormonal.
Maltase,
maltase adalah enzim yang dapat mencerna amilosa menjadi maltosa. Neonatal
ruminansia hampir tidak mempunyai enzim maltase. Baru pada umur 7 hari, mulai
ditemukan aktifitas enzim ini, itupun dalam jumlah yang sangat sedikit.
Berdasarkan kadar gula darah pasca mengkonsumsi pakan, digesti sumber gula pada
saluran pencernaan bagian belakang rumen pedet sangat rendah dibandingkan
digesti laktosa. Oleh karena rendahnya kadar atau aktifitas amilase dan maltase
pada pedet maka ini berarti hampir tidak ada aktifitas pencernan sumber gula
(starch).
Sukrase,
pedet hampir tidak mempunyai aktifitas enzim sukrase saat lahir dan berkembang
sedikit sekali dengan bertambahnya umur. Hal ini sangat berbeda dengan babi,
dimana terjadi perkembangan aktifitas sukrase 2-3 minggu setelah lahir dan
sangat efisien untuk mencerna sukrosa. Pada pedet preruminansia, sudah mulai
terdapat aktifitas sukrosa oleh mikroba intestinal, tapi penggunaan lebih
lanjut dari hasil digesti tersebut masih belum banyak diketahui.
§ Sistem
Pencernaan RuminansiaPencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan
kimia yangdialami bahan makanan selama berada di dalam alat pencernaan.
Prosespencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan
proses pencernaan pada jenis ternak lainnya.
§ Perut
ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perutjala), rumen
(perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati).Dalam studi
fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum sering dipandangsebagai organ
tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagaiperut buku karena
tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsiomasum belum terungkap
dengan jelas, tetapi pada organ tersebut terjadipenyerapan air, amonia, asam
lemak terbang dan elektrolit. Pada organ inidilaporkan juga menghasilkan amonia
dan mungkin asam lemak terbang(Frances dan Siddon, 1993). Termasuk organ
pencernaan bagian belakanglambung adalah sekum, kolon dan rektum. Pada
pencernaan bagian belakangtersebut juga terjadi aktivitas fermentasi. Namun
belum banyak informasi yangterungkap tentang peranan fermentasi pada organ
tersebut, yang terletak setelahorgan penyerapan utama. Proses pencernaan pada
ternak ruminansia dapatterjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh
mikroba rumen dan secarahidrolis oleh enzim-enzim pencernaan.
§ Pada
sistem pencernaan ternak ruminasia terdapat suatu proses yangdisebut memamah
biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakanditahan untuk sementara
di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakanyang telah berada dalam
rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi),untuk dikunyah kembali (proses
remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali(proses redeglutasi). Selanjutnya
pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzimmikroba rumen. Kontraksi
retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaianproses tersebut bermanfaat pula
untuk pengadukan digesta inokulasi danpenyerapan nutrien. Selain itu kontraksi
retikulorumen juga bermanfaat untukpergerakan digesta meninggalkan retikulorumen
melalui retikulo-omasal orifice(Tilman et al. 1982).
§ Di
dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya.Mikroba rumen
dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa danfungi
(Czerkawski, 1986). Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangatbermanfaat bagi
pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni padajaringan selulosa
pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding seltanaman sehingga pakan
lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen.
§ Bakteri
rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yangdigunakan, karena
sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya.Kebalikannya protozoa
diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudahdilihat berdasarkan
penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri yang dilaporkanoleh Hungate (1966)
adalah : (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes,
Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus,
Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio
fibrisolvens,Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri
pencerna pati(Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas
amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus
ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus
licheniformis).
§ Protozoa
rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichsyang
mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat
yangfermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar
mulutumumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989).
§ Enzim
pencernaan
Dilihat dari mekanismenya, pencernaan
digolongkan menjadi tiga jenis yaitu percernaan secara mekanis,
hidroliti/enzimatis dan fermentatif. Pencernaan enzimatis adalah pencernaan
yang dilakukan oleh enzim-enzim pencernaan. Pada pencernaan enzimatis ini
polimer dipecah menjadi manomer, misalnya karbohidrat dipecah menjadi glukosa,
atau pritein dirubah menjadi asam amino. Pada ternak monogastik pencernaan
ini umumnya terjadi di lambung atau pada unggas di proventrikulus, sedangkan
pada ruminansia terjadi pada abomasum. Enzim yang membantu dalam proses
pencernaan dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar yang terdapat dalam mulut,
lambung, pankreas dan usus. Enzim yang belum aktif disebut pro enzim atau
zimogen. Berikut ini adalah beberapa enzim yang berperan dalam proses
pencernaan :
§ Mulut
Di
dalam mulut dihasilkan saliva yang mengandung enzim pregastic estrase (lipase)
dan α-amilase terutama pada ternak ruminansia muda. Enzim α-amilase berperan
dalam memecah pati (pada monogastik dan unggas).
§ Perut
Sel-sel
mukosa dalam perut menghasilkan cairan lambum/cairan pencernaan/gastrik juice.
Bagian-bagian perut yang terkait dengan enzim pencernaan adalah :
- Bagian
cardiac : mempunyai kelenjar dan menghasilkan lendir.
- Bagian
fundus : terdiri dari sel utama yang menghasilkan pepsinogen, sel perietalmenghasilkan HCl, serta sel epithel
menghasilkan mucin/lendir.
- Bagian
pylorus : menghasilkan hormon gastrin. Hormon ini akan merangsang sel-sel perietal
sehingga disekresikan HCl. Kemudian suasana asam oleh kehadiran HCl akan
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sehingga pepsin sebagai enzim aktif
akan membantu pengaktifan pepsinogen. Proses pengaktifan proenzim oleh enzimnya
sendiri disebut autokatalisis.
§ Pepsin
(endopeptidase) merupakan enzim pemecah rangkaian asam amino di bagian
dalam/tengah. Enzim ini bekerja optimum pada pH 2,0 (1,5-4,6). Dengan adama
amino target yaitu PHE, TYR, TRP (AA aromatik). Gelatinase disebut dengan
parapepsin 1. Gelatinase stabil pada pH 7,0 dan inaktif terhadap albumin darah,
tidak mengandung fospat serin dan lebih khas untuk pencernaan gelatin.
§ Gastricsin
disebut parapeptidase 2 serupa dengan parapesin 1, pH optimum sekitar
3,0. Rennin dihasilkan dalam lambung anak ternak yang minum susu, rennin
berfungsi untuk menggumpalkan (koagulasi) kasein (protein susu) menjadi
parakasein. Parakasein ditambah Ca menjadi kalsium parakaseinat
(menggumpal-mengendap). Kalsium parakasienat dicerna oleh pepsin dan
disempurnakan pencernaannya di usus.
§ Usus
Usus
adalah tempat pencernaan zat makanan yang paling sempurna dan efisien. Di usus
disekresikan 4 macam zat, yaitu :
- Getah
usus (duodenal juice) yang dikeluarkan melalui ductus (saluran) diantara vili,
bersifat alkalis dan berfungsi sebagai pelumasdan melindungi dinding duodenum
dari HCl yang msuk dari lambung.
- Getah
pankreas disekresikan oleh kelenjar pankreas yang terletak pada lipatan
duodenum melalui ductus. Enzim-enzim yang disekresikan oleh pankreas adalah
sebagai berikut :
§ Tripsininogen
yang diaktifkan menjadi tripsin oleh enterokinase yang disekresikan oleh mukosa
duodenum. Tripsi bersifat endopeptidase memecah ikatan peptida pada AA Lys dan
Arg. Tripsin berperan sebagai autokatalisis pada tripsinogen.
Subscribe to:
Posts (Atom)