Saturday, February 16, 2013

Bahan Pakan Nonkonvensional



1. Bahan Pakan Tepung Bekicot
Bekicot dahulu dianggap sebagai hama tanaman, namun sejak akhir tahun tujuh puluhan bekicot menjadi komoditi ekspor yang digemari. Ekspor bekicot terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Pasaran ekspor bekicot yang utama adalah Perancis dan yang lain adalah negara Taiwan, Kanada, Jerman Barat, Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Hongkong, Malaysia, Belgia dan Luxsemburg. Indonesia merupakan pemasok bekicot nomor dua terbesar di dunia setelah Yunani. Penyediaan bekicot untuk ekspor sampai saat ini masih banyak yang diperoleh dari penangkapan di alam bebas. Kegiatan penangkapan bekicot di alam yang semakin intensif akan memperkecil populasi bekicot (Asa, 1984).
Budidaya bekicot merupakan satu-satunya pilihan agar komoditi tersebut tetap tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sifat-sifat bekicot perlu diketahui jika ingin membudidayakan. Bekicot termasuk keong darat, bukan merupakan binatang air. Tempat hidup yang digemari bekicot adalah tempat yang teduh dan gelap. Bekicot aktif pada waktu malam hari (noktural). Sifat noktural bekicot bukan semata-mata ditentukan oleh faktor gelap di waktu malam, namun juga suhu dan kelembaban lingkungannya. Bekicot memiliki tubuh yang lunak sehingga dimasukkan ke dalam filum Molusca (mollis dalam bahasa Yunani berarti lunak). Bekicot berjalan menggunakan perutnya sehingga bekicot dimasukkan dalam kelas Gastropoda. Bekicot bernafas dengan menggunakan kantong paru-paru, oleh karena itu dimasukkan ke dalam Pulmonata. Di bagian kepala terdapat dua pasang tentakel, dengan sepasang “mata” (ocelus) pada ujung tentakel superior, oleh karena itu dimasukkan ke dalam Stylomatophora (Asa, 1984).
Di Indonesia dikenal dua macam spesies bekicot yaitu Achatina fulica dan Achatina variegata, namun sering pula dijumpai bekicot hasil persilangan antara ke dua spesies tersebut. Cangkang bekicot dapat digunakan untuk membedakan jenis bekicot. Cangkang pada Achatina fulica bergaris-garis lurus berwarna coklat, bentuk cangkangnya lebih langsing. Cangkang Achatina veriegata bergaris patah-patah coklat kemerahan lebih jelas dan bentuk cangkangnya lebih gemuk (Asa, 1984).
Bekicot berasal dari Afrika Timur, kemudian menyebar ke kepulauan Mauritius, India lalu ke Semenanjung Malaya. Sekitar tahun 1922, bekicot jenis Achatina fulica masuk ke Kalimantan dan Sumatera, kemudian pada tahun 1933 bekicot jenis Achatina fulica tersebut masuk ke pulau Jawa. Sedangkan bekicot jenis Achatina variegata masuk ke pulau Jawa pada tahun 1942 bersama dengan masuknya tentara Jepang. Bekicot dikenal sebagai hewan yang rakus dan memiliki toleransi  besar terhadap berbagai macam makanan dan tahan terhadap persediaan makanan yang terbatas. Bekicot memerlukan sumber kalsium untuk pembentukan cangkangnya. Pakan bekicot tidak boleh mengandung garam dapur, cabe dan abu dapur (Asa, 1984).
Bekicot tidak tahan terhadap sinar matahari langsung, senang di daerah tropik, tidak tahan di daerah yang waktu keringnya terlalu panjang dan di daerah bersalju. Pada waktu keadaan lingkungan kering, bekicot menjadi tidak aktif (aestivasi) dan menarik tubuhnya ke dalam cangkang kemudian kakinya mengeluarkan lapisan lendir yang kaku dan mengeras untuk menutup lubang cangkang guna melindungi dirinya dari kekeringan. Sewaktu aestivasi bekicot bernafas melalui celah kecil (pneumostoma) yang berhubungan dengan kantong paru-paru (Reksohadiprojo, 1994).
Bekicot bersifat hermaprodit sehingga dalam satu tubuh terdapat alat kelamin jantan maupun betina. Umur pubertas bekicot dicapai setelah panjang cangkang berukuran 80 mm. Untuk keperluan pembuahan, bekicot melakukan perkawinan silang. Sperma hasil perkawinan silang antara dua induk bekicot tersebut disimpan dalam alat penimbun sperma (spermateka). Setiap ekor bekicot merupakan penghasil telur. Sebelum bertelur, bekicot menunjukkan kelakuan membuat sarang. Waktu yang diperlukan induk bekicot untuk membuat sarang adalah antara 1.5 - 2 jam. Jumlah telur yang dihasilkan bekicot juga dipengaruhi oleh kondisi daerah tempat hidupnya. Jumlah telur yang dihasilkan oleh bekicot dipengaruhi oleh panjang cangkangnya. Semakin panjang ukuran cangkang bekicot maka jumlah telur yang dihasilkan semakin banyak. Waktu yang diperlukan untuk sekali proses peneluran rata-rata sekitar 12 jam (Reksohadiprojo, 1994).
Umumnya bekicot bertelur dalam sarang di dalam tanah. Ada di antara induk bekicot yang meletakkan telurnya di bawah kayu, batu atau benda lainnya. Induk bekicot yang meletakkan telunya di tempat tanah juga ada, tetapi jarang. Induk bekicot membuat sarang dengan menggali tanah menggunakan kepalanya. Kedalaman sarang telur bekicot antara 3 - 5 cm. Bila induk meninggalkan sarang, telur ditutup dengan tanah. Telur secara alami dibiarkan dalam sarang dan selanjutnya diserahkan sepenuhnya pada alam sampai menetas. Bekicot tidak dapat menggali tanah untuk bertelur apabila tanah terlalu kering dan keras, sedangkan bila tanah selalu tergenang air maka bekicot akan mati dan telur yang ditetaskan akan membusuk. Telur bekicot cenderung membentuk elips dengan diameter rata-rata 4,5 – 5,5. mm. Volume rata-rata telur bekicot adalah 0,055 ml dengan berat rata-rata 0,061 g. Permukaaan telur bekicot dilapisi oleh selaput yang mampu menyerap air dari sekitarnya untuk mempertahankan kelembaban telur dan mempunyai fungsi dalam pertukaran oksigen pada telur selama masa penetasan. Fertilitas telur bekicot rata-rata 81,79 persen. Fertilisasi telur dapat diketahui pada waktu antara dua sampai empat hari penetasan sehingga telur bekicot ada yang mulai menetas. Masa penetasan telur bekicot antara satu sampai sepuluh hari. Proses keluarnya anak bekicot dari cangkang telurnya berlangsung antara 6 sampai 10 jam (Reksohadiprojo, 1994).
Cara pemeliharaan bekicot dapat dibedakan menjadi dua, yaitu cara pemeliharaan terpisah dan cara pemeliharaan campuran. Bekicot dikelompokkan menurut umur dan panjang cangkang, sehingga terdapat kandang penetasan, kandang induk dan kandang pembesaran pada cara pemeliharaan terpisah. Kandang induk dan kandang penetasan dapat juga dijadikan satu. Bekicot dapat tidak dikelompok-kelompokkan pada cara pemeliharaan campuran. Sistem kandang umtuk tempat pemeliharaan bekicot ada beberapa macam yaitu kandang umbaran, kandang kotak, kandang lubang dan kandang sumuran. Kandang bekicot harus dalam keadaan lembab dan teduh. Makanan bekicot sebagian besar berupa hijauan, baik hijauan sisa maupun hijauan segar. Namun bekicot sangat peka terhadap rasa asin dan pedas. Bekicot juga tidak boleh terkena sisa abu pembakaran karena akan mengganggu proses pengeluaran lendir dan bial hal ini berlanjut dapat menyebabkan kematian bagi bekicot. Pakan bekicot harus dalam keadaan basah (Asa, 1984).
Bekicot selain sebagai komoditi ekspor juga merupakan sumber protein hewani bagi ternak. Daging bekicot tidak terdapat senyawa yang dapat meracuni ternak. Untuk menjamin kelayakan daging bekicot sebagai pakan yang baik maka perlu pengolahan yang baik. Selain pencuciannya yang harus bersih, penambahan abu atau arang pada waktu merebusnya akan lebih meyakinkan penetralan racun yang ada. Dengan merebus sampai mendidih (di atas 100oC) sudah dipastikan dapat mematikan kuman patogen yang berbahaya. Daging bekicot yang dibuat menjadi pakan ternak sebaiknya dijadikan tepung terlebih dahulu baik dalam bentuk Raw Snail Meal (tepung bekicot mentah) maupun Boilled Snail Meal (tepung bekicot rebus) (Mahe, 1993).

Menurut Mahe (1993) penggunaan daging bekicot sebagai bahan pakan ternak unggas diperlukan proses pengolahan sebagai berikut.
a)     Bekicot hidup dikumpulkan dalam ruangan lembab, selanjutnya ditaburi garam dengan perbandingan 1 kg untuk 10 kg bekicot. Didiamkan selama 15 menit, selanjutnya diaduk sampai rata sehingga lendir yang beracun keluar semua.
b)     Bekicot yang sudah digarami, lalu dibersihkan dengan dimasukkan dalam drum yang berisi air kapur.
c)     Bekicot dengan cangkangnya selanjutnya direbus setengah matang, dikeluarkan dan dicukili dagingnya untuk dipisahkan dari cangkangnya.
d)     Daging bekicot dicuci sekali lagi dari kemungkinan sisa lendir yang masih ada, kemudian direbus sampai masak untuk menghindarkan adanya bakteri salmonela, selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari dan digiling menjadi tepung.

Daging bekicot sebagai bahan pakan unggas dapat dimanfaatkan untuk mengganti tepung ikan, karena menpunyai kandungan protein yang sebanding, selain itu juga memiliki kandungan asam amino dan mineral yang cukup memenuhi persyaratan sebagai pakan bergizi. Apabila tepung bekicot mentah digunakan sebagai campuran pakan, sebaiknya tidak lebih dari 10 persen, sedangkan penggunaan tepung bekicot rebus antara 5 - 15 persen (Asa, 1984). Ditambahkan oleh Santoso (1987) bahwa tepung bekicot dapat digunakan sebagai campuran ayam pedaging sampai 15 persen dan tidak memberikan pengaruh yang negatif. Pada penggunaan tepung bekicot sebesar 7,5 persen dalam pakan dapat memberikan pertumbuhan ayam yang lebih baik dari pada ayam yang tidak mendapat pakan tanpa campuran tepung bekicot. Hasil penelitian Mahe (1993) tentang pengaruh penggunaan tepung
bekicot (Achatina fulica) dalam ransum terhadap performan puyuh periode layer menunjukkan penggunaan tepung bekicot sampai 15 persen dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi pakan, konversi pakan dan efisiensi pakan, tetapi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap produksi telur. Sedangkan terhadap berat telur menunjukkan perbedaan yang nyata. Produksi telur yang paling tinggi dihasilkan oleh puyuh yang mendapat pakan dengan campuran tepung bekicot sebesar 15 persen. Pakan dengan kandungan tepung bekicot sebesar 10 persen menunjukkan konversi yang paling rendah sedangkan efisiensi pakan dicapai oleh puyuh yang mendapatkan pakan tanpa campuran tepung bekicot. Selanjutnya dinyatakan bahwa tepung bekicot sebaiknya digunakan dalam tingkat 15 persen dalam pakan pakan puyuh periode starter. Sebab dalam hal ini memberikan produksi paling tinggi dibanding lainnya. Dengan demikian tepung bekicot dapat dijadikan alternatif pengganti tepung ikan.
2. Bahan Pakan Tepung Daun Pisang
musa_paradisiaca-fruit-1.jpg
            Menurut Anonim (2011) tanaman pisang mempunyai sitematika sebagai berikut :
Kingdom          : Plantae                           
Phylum            : Spermatophyta             
Sub phylum      : Angiospermae
Classis              : Monocotyledoneae
Ordo                 : Zingiberales
Famili:
Musaceae
Genus:
Musa
Spesies: Musa paradisiaca
Spesies : Musa paradisiaca yaitu pisang-pisang yang enak dimakan, Musa texcilisnoe yaitu pisang-pisang yang hanya diambil pelepah batangnya dan Musa sebrina van hautte yang merupakan tanaman pisang liar yang hanya ditanam sebagai hiasan.
Menurut kegunaannya tanaman pisang dibagi menjadi dua, yaitu musa paradisica forma typica yang merupakan golongan tanaman pisang yang buahnya dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu dan pisang yang dapat dimakan setelah masak (buah segar) yang masuk ke dalam golongan musa paradisica var. sapientum dan Musa nana L. atau musa cavendisher Tanaman pisang berasal dari Asia Tenggara. Tanaman pisang mudah tumbuh pada lingkungan tropik maupun sub tropik. Pada kondisi musim kering, tanaman pisang tahan hidup karena kandungan air dalam pelepah batang tanaman pisang antara 80 - 90 persen. Tanah yang cocok untuk kehidupan tanaman pisang adalah sedikit asam sampai agak basa atau antara pH 6 sampai 8. Pada tanah asam, tanaman pisang mudah terserang penyakit. Tanaman pisang akan tumbuh subur dan tumbuh dengan baik bila kadar humus pada tanah relatif tinggi, kondisi ini banyak dijumpai pada tanah liat yang menagndung kapur (Rismunandar, 1989).
Sinar matahari mutlak diperlukan oleh tanaman pisang. Iklim yang ideal untuk pertumbuhan tanaman pisang bila kondisi udara lembab, banyak sinar matahari dengan perubahan panas yang tidak menyolok. Sebaliknya pada daerah yang kekurangan sinar matahari, pertumbuhan tanaman pisang akan menjadi lambat (Supriyadi, dkk, 1993).
Tanaman pisang sangat baik di budidayakan pada tanah-tanah vulkanik atau alluvial dengan tekstur lempung, lempung berpasir, atau lempung liat berdebu. Tanah tersebut hendaknya berstruktur longgar (gembur) sehingga mudah menghisap atau melepaskan air. Keasaman tanah berkisar antara 4 - 6 dan pH optimal adalah 6 - 7. Kedalaman tanah (solum) minimal 50 cm. Walaupun pisang dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tetapi akan lebih baik pertumbuhannya bila di tanam pada struktur tanah yang gembur atau struktur tanah yang remah dan tidak di tanam di tanah yang padas, dan pH tanah yang di kehendaki berkisar 4,5 - 7,5. Umumnya tanaman pisang lebih menyukai dataran rendah yang beriklim lembah, ketinggian yang dikehendaki 300 m di atas permukaan air laut. Akan tetapi ia juga mampu hidup sampai ketinggian 1000 m diatar permukaan air laut, namun pada ketinggian tersebut hasil seratnya akan berkurang (Supriyadi, dkk, 1993).
Tanaman pisang dapat hidup di daerah tropis sampai sub tropis. Suhu yang dikehendaki untuk tumbuh dengan normal antara 170C - 300C. Untuk tumbuh normal, tanaman pisang memerlukan curah hujan yang normal minimal 2.000 mm/tahun tetapi tidak menutup kemungkinan di bawah 2.000 mm/tahun, asalkan di adakan pengairan yang teratur karena tanaman pisang membutuhkan air yang cukup. Pengairan di sesuaikan kondisi kelembaban tanah kering/basah. Kelerengan yang dikehendaki tanaman pisang berkisar antara 15 - 25%. Kelerengan di atas 25% juga dapat dimanfaatkan asalkan di buat terasering untuk memudahkan pemeliharaan dan menghindari erosi tanah (Supriyadi, dkk, 1993).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan jarak tanam yakni singkat kesuburan tanah, jenis, atau klon tanaman dan tingkat kemiringan lahan. Pada tanah yang subur, jarak tanam biasanya lebih besar jika di bandingkan pada tanah yang kurang subur. Jenis atau klon tanaman yang berkanopi lebar di tanam dengan jarak yang lebih besar di bandingkan dengan berkanopi kecil. Sedangkan pada tanah dengan topografi berbukit miring, biasanya jarak tanaman lebih besar karena harus mengikuti arah garis kontour. Pada pisang jenis mangundinao kita menggunakan jarak tanam 5 x 5 m ( P x L ) dan dalam kurun waktu empat bulan setelah tanam akan tumbuh 2 - 3 anakan (Rismunandar, 1989).
Penentuan waktu tanam berkaitan erat dengan kesediaan air di lokasi yang bersangkutan. Saat waktu tanam pisang yang baik adalah beberapa hari menjelang musim hujan tiba, yaitu pada pagi hari jam 07.00 - 10.30 dan sore hari jam 14.30 - 17.00. Mengacu pada usaha konservasi lahan terdapat 2 pola tanam yaitu untuk lahan dataran tinggi ditanam dengan pola monokultur, dan untuk dataran rendah dengan pola tumpang sari. Penanaman dengan pola monokultur untuk dataran rendah yakni penanaman satu jenis tanaman. Kelemahan monokultur yakni memberi peluang beradanya hama dan penyakit yang tidak pernah putus dan juga terjadinya ledakan hama karena persediaan makan tercukupi. Penanaman tumpang sari dengan cara penanaman tanaman pokok (pisang) dan diantara tanaman pokok juga ditanam satu jenis tanaman lain misalnya kedele, tanaman sela di tanam saat penanam tanaman pokok dan umur tanaman sela harus lebih pendek dari tanaman pokok (Rismunandar, 1989).
Sesuai dengan kemajuan teknologi, budidaya tanaman pisang mengalami kemajuan. Budidaya tanaman pisang diharapkan untuk mendapatkan hasil yang optimum dan buah pisang yang bermutu tinggi. Hal ini didukung oleh iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman pisang. Walaupun demikian tidak semua wilayah merupakan sentra produksi tanaman pisang (Munadjim, 1984)..
Disisi lain budidaya tanaman pisang yang dilakukan oleh masyarakat menjadi penentu sentra produksi tanaman pisang. Produksi tanaman pisang di Indonesia pada tahun 1989 mencapai 2.457.760 ton. Indonesia merupakan penghasil buah pisang terbesar di Asia dengan menguasai produksi sebesar 50 persen dan setiap tahun terus meningkat (Munadjim, 1984).
Tanaman pisang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Selain buahnya, bagian tanaman yang lainpun dapat dimanfaatkan mulai dari bonggol sampai daun. Bagian tanaman pisang yang dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak adalah umbi, batang, jantung pisang dan daun pisang. Pemanfaatannya dapat langsung diberikan kepada ternak, dapat juga dibuat dalam bentuk tepung terlebih dahulu. Cara pembuatan tepung daun pisang mula-mula daun segar dipotong dari pohonnya dan dipisahkan dari pelepahnya. Kemudian daun pisang dikeringkan dengan sinar matahari selama empat sampai tujuh hari dan akhirnya digiling (Trisaksono, 1994).
Menurut Trisaksono (1994) untuk memperbaiki nilai gizi tepung daun pisang maka dalam pakan ternak perlu ditambahkan bahan pakan lain sebagai campuran, seperti tepung ikan dan bekatul. Daun pisang mempunyai kandungan karbohidrat dan energi yang relatif tinggi di antara bahan pakan yang lain.
Kelemahan daun pisang sebagai alternatif bahan pakan unggas adalah adanya faktor pembatas yaitu kandungan tannin. Ada dua golongan tannin di dalam daun pisang yaitu tannin yang bebas yang dapat menyebabkan rasa pahit dan tannin tidak bebas yang sedikit pengaruhnya terhadap palatabilitas. Tannin merupakan polimer fenol yang dapat menurunkan palatabilitas, menghambat kerja enzim dan mempunyai kemampuan untuk mengikat protein. Pada unggas, tannin menyebabkan kejadian penurunan konsumsi. Selain itu juga mengurangi daya cerna protein karena menghambat aktivitas enzim proteolitik khususnya tripsin. Tannin juga menyebabkan retensi nitrogen tertekan dan mengakibatkan penurunan daya cerna asam amino. Daun pisang dapat digunakan sebagai bahan pakan ayam dan mempunyai pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan ayam petelur (Santoso, 1987).
Selanjutnya dilaporkan juga bahwa aras pemberian tepung daun pisang sebesar 9 persen dalam pakan sebagai pengganti daun lamtoro tidak banyak mempengaruhi konsumsi, konversi dan efisiensi pakan ayam broiler. Berdasarkan analisis ekonomi, pemberian tepung daun pisang ternyata lebih ekonomis dari pada daun lamtoro. Daun pisang dapat digunakan untuk makanan sapi dan kerbau pada waktu musim kemarau apabila kekurangan rumput (Rismunandar, 1989).
Penelitian Trisaksono (1994) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun pisang yang ditambahkan enzim sellulase menunjukkan semakin meningkat aras pemberian tepung daun pisang memberi efek terhadap peningkatan konsumsi pakan yang maksimum pada aras pemberian 10 persen, tetapi memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konversi pakan. Selanjutnya dinyatakan bahwa pemberian tepung daun pisang yang paling baik digunakan sebagai bahan campuran dalam pakan adalah aras 20 persen karena dari hasil analisis varian memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konversi pakan. 


Menyimak

 Pengertian dan Batasan
Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambing-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menagkap isi, serta memahami makna komunikasi yang tidak disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa liasan. Menyimak dan membaca berhubungan erat karena keduanya marupakan alat untuk menerima komunikasi. Perbedaannya terletak dalam hal jenis komunikasi : menyimak berhubungan  dengan komunikasi lisan sedangkan membaca berhubungan dengan komunikasi tulis.
2.       Tahap-tahap menyimak
Terdapat 9 tahap menyimak yang secara berurutan mulai dari yang tidak berketentuan sampai dengan yang amat bersungguh-sungguh, yaitu :
a)      Menyimak secara sadar yang bersifat berkala
b)      Selingan-selingan atau gangguan yang sering terjadi sebaik dia mendengarkan secara intensional
c)       Setengah mendengarkan sementara dia menuggu kesempatan untuk mengapresiasikan isi hatinya
d)      Penyerapan atau penangkapan pasif yang sesungguhnya
e)      Menyimak sekali-sekali
f)       Menyimak dengan tidak memberika reaksi terhadap pesan yang disampaikan pembicara
g)      Reaksi berkala terhadap pembicaraan dengan membuat komentar atau mengajukan pertanyaan
h)      Menyimak secara seksama dan sungguh-sungguh mengikuti jalan fikiran pembicara
i)        Menyimak secara aktif mendapatkan serta menemukan pikiran serta pendapat pembicara
3.       Jenis-jenis menyimak
a)      Menyimak ekstensif, yaitu kegiatan menyimak yang berhubungan dengan atau mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap sesuatu bahasa.
b)      Menyimak Intensif, yaitu menyimak bahasa alamiah secara lebih bebas dan leboh umum serta tidak perlu dibawah bimbingan
c)       Menyimak social, yaitu menyimak yang berlangsung dalam situasi social tempat orang-orang mengobrol atau bercengkrama.
d)      Menyimak sekunder, yaitu kegiatan menyimak secara kebetulan
e)      Menyimak estetik, yaitu fase terakhira dari kegiatan menyimak secara kebetulan
f)       Menyimak kritis, yaitu kegiatan menyimak yang didalamnya sudah terlihat kurangnya keaslian ataupun kehadiran prasangka serta ketidakteliatian atas hal yang diamati
g)      Menyimak konsentratif
h)      Menyimak kreatif
i)        Menyimak penyelidikan, yaitu menyimak intensif dengan maksuda dan tujuan yang agak lebih sempit
j)        Menyimak introgatif, yaitu menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi
k)      Menyimak pasif, yaitu penyerapan suatu bahasa tanpa upaya sadar yang biasanya menandai upaya-upaya kita pada saat belajar
            l)        Menyimak selektif

BENZENA


Benzena, juga dikenal dengan rumus kimia C6H6PhH, dan benzol, adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan tak berwarna danmudah terbakar serta mempunyai bau yang manis. Benzena terdiri dari 6 atom karbon yang membentuk cincin, dengan 1 atom hidrogen berikatan pada setiap 1 atom karbon. Benzena merupakan salah satu jenis hidrokarbon aromatik siklik dengan ikatan pi yang tetap. Benzena adalah salah satu komponen dalam minyak bumi, dan merupakan salah satu bahan petrokimia yang paling dasar serta pelarut yang penting dalam dunia industri. Karena memiliki bilangan oktan yang tinggi, maka benzena juga salah satu campuran penting pada bensin. Benzena juga bahan dasar dalam produksi obat-obatanplastik, bensin, karet buatan, dan pewarna. Selain itu, benzena adalah kandungan alami dalam minyak bumi, namun biasanya diperoleh dari senyawa lainnya yang terdapat dalam minyak bumi. Karena bersifat karsinogenik, maka pemakaiannya selain bidang non-industri menjadi sangat terbatas.

Benzena ditemukan pada tahun 1825 oleh seorang ilmuwan InggrisMichael Faraday, yang mengisolasikannya dari gas minyak dan menamakannya bikarburet dari hidrogen. Pada tahun 1833, kimiawan JermanEilhard Mitscherlich menghasilkan benzena melalui distilasi asam benzoat (dari benzoin karet/gum benzoin) dan kapur. Mitscherlich memberinya nama benzin. Pada tahun 1845, kimiawan Inggris, Charles Mansfield, yang sedang bekerja di bawah August Wilhelm von Hofmann, mengisolasikan benzena dari tir (coal tar). Empat tahun kemudian, Mansfield memulai produksi benzena berskala besar pertama menggunakan metode tir tersebut.

Senyawa Turunan Benzena



2-Fenilheksana                    m-Xylena                           Aspirin                            Bifenil




     Durena                           Asam benzoat                   Etilbenzena                       Mesitilena




   Parasetamol                         Asam ''picric''                  p-Xylena                          Nitrobenzena




                                                              
     Anilina                                                  Fenol                                                    Toluena



Reaksi Benzena
1. reaksi halogen
2. reaksi Alkalisasi
3. reaksi Nitrasi
4.  reaksi Sulfonasi
5. reaksi Adisi

Thursday, February 14, 2013

Konsistensi Tanah


Konsistensi tanah menunjukkan integrasi antara kekuatan daya kohesi butir-butir tanah dengan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Keadaan tersebut ditunjukkan dari daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya yang akan mengubah bentuk tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan. Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah.  Penetapan konsistensi tanah dapat dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu: basah, lembab, dan kering. Konsistensi basah merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah di atas kapasitas lapang (field cappacity). Konsistensi lembab merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang. Konsistensi kering merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar            air tanah kering udara.
 Pada  kondisi  , konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat plastisitas dan tingkat kelekatan. Tingkatan plastisitas  ditetapkan dari tingkatan sangat plastis, plastis, agak plastis, dan tidak plastis (kaku). Tingkatan kelekatan ditetapkan dari tidak lekat, agak lekat, lekat, dan sangat lekat.

             Pada kondisi lembab, konsistensi tanah dibedakan ke dalam tingkat   kegemburan sampai dengan tingkat keteguhannya. Konsistensi lembab dinilai mulai dari: lepas, sangat gembur, gembur, teguh, sangat teguh, dan ekstrim teguh. Konsistensi tanah gembur berarti tanah tersebut mudah diolah, sedangkan konsistensi tanah teguh berarti tanah tersebut agak sulit dicangkul.
  Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat kekerasan tanah. Konsistensi kering dinilai dalam rentang lunak sampai keras, yaitu meliputi: lepas, lunak, agak keras, keras, sangat keras, dan ekstrim keras.

           Cara penetapan konsistensi untuk kondisi lembab dan kering ditentukan dengan meremas segumpal tanah. Apabila gumpalan tersebut mudah hancur, maka tanah dinyatakan berkonsistensi gembur untuk kondisi lembab atau lunak untuk kondisi kering. Apabila gumpalan tanah sukar hancur dengan cara remasan tersebut maka tanah dinyatakan berkonsistensi teguh untuk kondisi lembab atau keras untuk kondisi kering.   Dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari, yaitu kategori: melekat atau tidak melakat. Selain itu, dapat pula berdasarkan mudah tidaknya membentuk bulatan, yaitu: mudah membentuk bulatan atau sukar membentuk bulatan; dan kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut (plastis atau tidak plastis). Secara lebih terinci cara penentuan konsistensi tanah dapat dilakukan sebagai berikut:
(I) Konsistensi Basah
1.1 Tingkat Kelekatan, yaitu menyatakan tingkat kekuatan daya adhesi antara butir-butir tanah dengan benda lain, ini dibagi 4 kategori:
(1) Tidak Lekat (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak melekat pada jari tangan atau benda  lain.
(2) Agak Lekat (Nilai 1): yaitu dicirikan sedikit melekat pada jari tangan atau benda lain.
(3) Lekat (Nilai 2): yaitu dicirikan melekat pada jari tangan atau benda lain.
(4) Sangat Lekat (Nilai 3): yaitu dicirikan sangat melekat pada jari tangan atau benda lain.

1.2 Tingkat Plastisitas, yaitu menunjukkan kemampuan tanah membentuk gulungan, ini dibagi 4 kategori berikut:
(1) Tidak Plastis (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak dapat membentuk gulungan tanah.
(2) Agak Plastis (Nilai 1): yaitu dicirikan hanya dapat dibentuk gulungan tanah kurang dari 1 cm.
(3) Plastis (Nilai 2): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm dan diperlukan sedikit tekanan untuk merusak gulungan tersebut.
(4) Sangat Plastis (Nilai 3): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm dan diperlukan tekanan besar untuk merusak gulungan tersebut.

(II) Konsistensi Lembab
Pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang, konsistensi dibagi 6 kategori sebagai berikut:
(1) Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan tanah tidak melekat satu sama lain atau antar butir tanah mudah terpisah (contoh: tanah bertekstur pasir).
(2) Sangat Gembur (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah sekali hancur bila diremas.
(3) Gembur (Nilai 2): yaitu dicirikan dengan hanya sedikit tekanan saat meremas dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(4) Teguh / Kokoh (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan agak kuat saat meremas tanah tersebut agar dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(5) Sangat Teguh / Sangat Kokoh (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukannya tekanan berkali-kali saat meremas tanah agar dapat menghancurkan gumpalan tanah tersebut.
(6) Sangat Teguh Sekali / Luar Biasa Kokoh (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan tidak hancurnya gumpalan tanah meskipun sudah ditekan berkali-kali saat meremas tanah dan bahkan diperlukan alat bantu agar dapat menghancurkan gumpalan tanah tersebut.

(III) Konsistensi Kering
Penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah kering udara, ini dibagi 6 kategori sebagai berikut:
(1) Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan butir-butir tanah mudah dipisah-pisah atau tanah tidak melekat satu sama lain (misalnya tanah bertekstur pasir).
(2) Lunak (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah hancur bila diremas atau tanah berkohesi lemah dan rapuh, sehingga jika ditekan sedikit saja akan mudah hancur.
(3) Agar Keras (Nilai 2): yaitu dicirikan gumpalan tanah baru akan hancur jika diberi tekanan pada remasan atau jika hanya mendapat tekanan jari-jari tangan saja belum mampu menghancurkan gumpalan tanah.
(4) Keras (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan makin susah untuk menekan gumpalan tanah dan makin sulitnya gumpalan untuk hancur atau makin diperlukannya tekanan yang lebih kuat untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(5) Sangat Keras (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan yang lebih kuat lagi untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah makin sangat sulit ditekan dan sangat sulit untuk hancur.
(6) Sangat Keras Sekali / Luar Biasa Keras (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan diperlukannya tekanan yang sangat besar sekali agar dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah baru bisa hancur dengan menggunakan alat bantu (pemukul).

Beberapa faktor yang mempengaruhi konsistensi tanah adalah: (1) tekstur tanah, (2) sifat dan jumlah koloid organik dan anorganik tanah, (3) sruktur tanah, dan (4) kadar air tanah. 

Regulasi Enzim Dan Sistem Digesti Lambung Majemuk Pada Hewan Ruminansia


Seperti kita tahu, ruminansia atau hewan pemamah biak mempunyai lambung majemuk. Hal ini berarti lambung ruminansia lebih dari satu buah, yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Pada ruminansia dewasa, rumen adalah bagian lambung yang paling besar. Di antara lambung-lambung tersebut lambung sejatinya adalah abomasum, di mana dalam abomasum terjadi proses pencernaan sebagaimana lambung monogastrik lain, karena abomasum menghasilkan cairan lambung (gastric juice).
Saat dilahirkan abomasum bayi ruminansia berukuran 70% dari keseluruhan lambung majemuknya, sangat kontras dengan kondisi saat dewasa dimana abomasum hanya 8% dari total volume lambung majemuknya. Pada bayi ruminansia, sistem digestinya mirip dengan sistem digesti monogastrik. Pada fase prerumiansia ini, pakan cair akan masuk melalui esophageal groove, satu lekukan sehingga makanan langsung masuk ke dalam abomasum tanpa melalui lambung depan (rumen, retikulum, omasum). Abomasum ini secara fisik dan biokimiawi mampu mencerna bahan pakan utama pedet yaitu susu. Pada masa preruminansia ini,abomasum mensekresi renin. Renin mempunyai kemampuan menjendalkan susu dan memisahkkannya menjadi kasein dan whey.Whey masuk ke dalam duodenum dalam 5 menit setelah minum susu, sementara kasein akan tetap berada di dalam abomasum. Renin adalah enzim proteolitik dan bertanggung jawab terhadap pemecahan jendalan susu tersebut pada pedet yang berumur sangat muda sebelum enzim tersebut digantikan oleh pepsin. Jendalan kasein mengalami degradasi secara bertahap oleh renin dan atau pepsin serta asam klorida dan secara partial perncernaan protein ini akan berlangsung selama 24 jam. Setelah masuk ke dalam intestinum maka enzim yang lain akan berperan untuk mencerna bahan pakan tersebut.

Enzim-enzim seperti tripsin, kimotripsin dan karbopeptidase yang disekresikan oleh pankreas serta peptidase lain yang disekresi intestinum kemudian bahan pakan telah menjadi asam amino akan dilanjutkan dengan absorpsi di dalam usus halus.
Pergantian renin oleh pepsin secara gradual di dalam abomasum terjadi dengan semakin dewasanya pedet. Aktifitas renin mencapai puncaknya pada pH 4, sedangkan optimum pH pepsin adalah 2. Walaupun sudah ada, aktifitas pepsin sangat rendah hingga pedet berumur 3 minggu. Setelah itu terjadi peningkatan pepsin karena pedet juga mulai mengkonsumsi pakan selain susu. Sebelum pedet dapat mencerna nonmilk protein (tanaman, hewani atau ikan), cairan abomasum harus mencapai pH 2 agar pepsin dapat berfungsi secara optimal.
Struktur lambung memiliki empat ruangan, yaitu: Rumen, Retikulum, Omasum dan Abomasum. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dart isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kah). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan peragian.

Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian ini terlihat dari bentuk gentingan pada saat otot sfinkter berkontraksi. Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan Jimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim.
Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.


Aktifitas enzim-enzim menjadi glukosa dan galaktosa agar dapat diabsorpsi dan dimanfaatkan tubuh.

Laktase adalah enzim yang disekresi sel-sel mukosa intestinal dan berperan dalam menghidrolisa atau memecah laktosa. Laktase tersedia cukup di dalam intestinal ruminansia yang baru lahir. Neonatal ruminansia umur 1 hari mempunyai laktase dengan derajat aktifitas maksimal pada mukosa intestinal. Aktifitas laktase ini akan semakin menurun dengan bertambahnya umur anak ruminansia, hingga pada akhirnya tidak berperan sama sekali. Penurunan ini mungkin dipengaruhi oleh faktor genetik dan atau hormonal.

Maltase, maltase adalah enzim yang dapat mencerna amilosa menjadi maltosa. Neonatal ruminansia hampir tidak mempunyai enzim maltase. Baru pada umur 7 hari, mulai ditemukan aktifitas enzim ini, itupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Berdasarkan kadar gula darah pasca mengkonsumsi pakan, digesti sumber gula pada saluran pencernaan bagian belakang rumen pedet sangat rendah dibandingkan digesti laktosa. Oleh karena rendahnya kadar atau aktifitas amilase dan maltase pada pedet maka ini berarti hampir tidak ada aktifitas pencernan sumber gula (starch).

Sukrase, pedet hampir tidak mempunyai aktifitas enzim sukrase saat lahir dan berkembang sedikit sekali dengan bertambahnya umur. Hal ini sangat berbeda dengan babi, dimana terjadi perkembangan aktifitas sukrase 2-3 minggu setelah lahir dan sangat efisien untuk mencerna sukrosa. Pada pedet preruminansia, sudah mulai terdapat aktifitas sukrosa oleh mikroba intestinal, tapi penggunaan lebih lanjut dari hasil digesti tersebut masih belum banyak diketahui.






§  Sistem Pencernaan RuminansiaPencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yangdialami bahan makanan selama berada di dalam alat pencernaan. Prosespencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. 
§  Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perutjala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati).Dalam studi fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum sering dipandangsebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagaiperut buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsiomasum belum terungkap dengan jelas, tetapi pada organ tersebut terjadipenyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ inidilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam lemak terbang(Frances dan Siddon, 1993). Termasuk organ pencernaan bagian belakanglambung adalah sekum, kolon dan rektum. Pada pencernaan bagian belakangtersebut juga terjadi aktivitas fermentasi. Namun belum banyak informasi yangterungkap tentang peranan fermentasi pada organ tersebut, yang terletak setelahorgan penyerapan utama. Proses pencernaan pada ternak ruminansia dapatterjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba rumen dan secarahidrolis oleh enzim-enzim pencernaan. 
§  Pada sistem pencernaan ternak ruminasia terdapat suatu proses yangdisebut memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakanditahan untuk sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakanyang telah berada dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi),untuk dikunyah kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali(proses redeglutasi). Selanjutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzimmikroba rumen. Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaianproses tersebut bermanfaat pula untuk pengadukan digesta inokulasi danpenyerapan nutrien. Selain itu kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untukpergerakan digesta meninggalkan retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice(Tilman et al. 1982). 
§  Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya.Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa danfungi (Czerkawski, 1986). Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangatbermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni padajaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding seltanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. 
§  Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yangdigunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya.Kebalikannya protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudahdilihat berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri yang dilaporkanoleh Hungate (1966) adalah : (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati(Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis). 
§  Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichsyang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yangfermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulutumumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989). 

§  Enzim pencernaan
Dilihat dari mekanismenya, pencernaan digolongkan menjadi tiga jenis yaitu percernaan secara mekanis, hidroliti/enzimatis dan fermentatif. Pencernaan enzimatis adalah pencernaan yang dilakukan oleh enzim-enzim pencernaan. Pada pencernaan enzimatis ini polimer dipecah menjadi manomer, misalnya karbohidrat dipecah menjadi glukosa, atau pritein dirubah menjadi asam amino. Pada ternak monogastik pencernaan ini umumnya terjadi di lambung atau pada unggas di proventrikulus, sedangkan pada ruminansia terjadi pada abomasum. Enzim yang membantu dalam proses pencernaan dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar yang terdapat dalam mulut, lambung, pankreas dan usus. Enzim yang belum aktif disebut pro enzim atau zimogen. Berikut ini adalah beberapa enzim yang berperan dalam proses pencernaan :
§  Mulut
Di dalam mulut dihasilkan saliva yang mengandung enzim pregastic estrase (lipase) dan α-amilase terutama pada ternak ruminansia muda. Enzim α-amilase berperan dalam memecah pati (pada monogastik dan unggas).
§  Perut
Sel-sel mukosa dalam perut menghasilkan cairan lambum/cairan pencernaan/gastrik juice. Bagian-bagian perut yang terkait dengan enzim pencernaan adalah :
-     Bagian cardiac : mempunyai kelenjar dan menghasilkan lendir.
-     Bagian fundus : terdiri dari sel utama yang menghasilkan pepsinogen, sel  perietalmenghasilkan HCl, serta sel epithel menghasilkan mucin/lendir.
-      Bagian pylorus : menghasilkan hormon gastrin. Hormon ini akan merangsang sel-sel perietal sehingga disekresikan HCl. Kemudian suasana asam oleh kehadiran HCl akan mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sehingga pepsin sebagai enzim aktif akan membantu pengaktifan pepsinogen. Proses pengaktifan proenzim oleh enzimnya sendiri disebut autokatalisis.
§  Pepsin (endopeptidase) merupakan enzim pemecah rangkaian asam amino di bagian dalam/tengah. Enzim ini bekerja optimum pada pH 2,0 (1,5-4,6). Dengan adama amino target yaitu PHE, TYR, TRP (AA aromatik). Gelatinase disebut dengan parapepsin 1. Gelatinase stabil pada pH 7,0 dan inaktif terhadap albumin darah, tidak mengandung fospat serin dan lebih khas untuk pencernaan gelatin.
§  Gastricsin disebut parapeptidase 2 serupa dengan parapesin 1, pH optimum sekitar 3,0. Rennin dihasilkan dalam lambung anak ternak yang minum susu, rennin berfungsi untuk menggumpalkan (koagulasi) kasein (protein susu) menjadi parakasein. Parakasein ditambah Ca menjadi kalsium parakaseinat (menggumpal-mengendap). Kalsium parakasienat dicerna oleh pepsin dan disempurnakan pencernaannya di usus.
§  Usus
Usus adalah tempat pencernaan zat makanan yang paling sempurna dan efisien. Di usus disekresikan 4 macam zat, yaitu :
-      Getah usus (duodenal juice) yang dikeluarkan melalui ductus (saluran) diantara vili, bersifat alkalis dan berfungsi sebagai pelumasdan melindungi dinding duodenum dari HCl yang msuk dari lambung.
-      Getah pankreas disekresikan oleh kelenjar pankreas yang terletak pada lipatan duodenum melalui ductus. Enzim-enzim yang disekresikan oleh pankreas adalah sebagai berikut :
§  Tripsininogen yang diaktifkan menjadi tripsin oleh enterokinase yang disekresikan oleh mukosa duodenum. Tripsi bersifat endopeptidase memecah ikatan peptida pada AA Lys dan Arg. Tripsin berperan sebagai autokatalisis pada tripsinogen.