KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah yang kami susun dengan tema “Islam dan Pluralitas” dapat terselesaikan tepat waktu.
Shalawat serta salam tak lupa kami hanturkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan tak lupa juga kami ucapkan terimah kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Kami berharap makalah ini dapat menjadi sarana untuk menambah pengetahuan pembaca tentang Islam dan Pluralitas.
Makalah ini kami susun berdasarkan buku pedoman pendidikan agama islam, dalam penulisan makalah ini tentu masih ada kekurangan baik pada tekhnik penulisan maupun dalam segi materi, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan agar dapat memperbaiki makalah kami.
Makassar, 29 September 2014
BAB1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pluralitas merupakan salah satu tema diskursus intelektual yang sangat intens diperbincangkan. Sebagian pandangan menunjukkan pluralitas dipahami sebagai faktor yang dapat menimbulkan konflik konflik sosial, baik dilatarbelakangi oleh pemahaman dan kepentingan keagamaan serta supermasi budaya kelompok masyarakat tertentu. Pandangan inilah yang kemudian secara ekstrim menolah pluralitas-pluralisme dan menitik beratkan pada keseragaman mutlak.
Konflik sosial-politik yang tajam dan seringkali dibarengi dengan kekerasan ini, diakibatkan oleh sikap arogansi manusia yang cenderung memandang diri lebih baik, lebih benar, lebih berkuasa dan lebih berhakberkembang untuk menguasai bumi dibanding pihak lain. Tegasnya, gejala sosial politik menjadi dasar pentingnya pengkajian multikultural, untuk kemudian dikembangkan dan dijadikan sebagai jalan untuk menjawab dan memberikan solusi dari konflik-konflik sosial-politik baik dalam skala nasional maupun internasional.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk menambah pengetahuan tentang “Islam dan Pluralitas” baik untuk pembaca maupun penulis.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pluralitas dalam ajaran Islam
1. Pengertian
Kata pluralitas secara generik mengandung makna kejamakan atau kemajemukan. Pluralitas merupakan salah satu tema diskursus intelektual yang sangat intens diperbincangkan. Sebagian pandangan menunjukkan pluralitas dipahami sebagai faktor yang dapat menimbulkan konflik konflik sosial, baik dilatarbelakangi oleh pemahaman dan kepentingan keagamaan serta supermasi budaya kelompok masyarakat tertentu. Pandangan inilah yang kemudian secara ekstrim menolah pluralitas-pluralisme dan menitik beratkan pada keseragaman mutlak. Pandangan yang demikian dapat dilihat pada totaliterisme Barat yang diwakili oleh Uni Soviet. Pandangan lainnya adalah, pandangan yang menerima secara mutlak gagasan pluralitas-pluralisme.
Diskursus lain yang juga memperoleh perhatian serius oleh para pemikir kekinian, sebagai perkembangan lebih lanjut dari kajian pluralitas-pluralisme adalah pengkajian tentang multikultural-multikulturalisme. Kajian multikultural ini tampaknya menarik, disebabkan oleh munculnya pemikiran kritis sosial yang mencoba mempertanyakan kembali nilai kemanusiaan dalam setiap praktek hidup keberagaman. Pertanyaan kritis ini muncul sebagai kritik terhadap fenomena keberagaman di tengah perubahan sosial ekonomi dan politik yang kemudian lebih banyak tidak menguntungkan kelompok masyarakat kecil. Ini salah satu bentuk kritik Nietzschian yang kemudian memunculkan tesis kematian Tuhan dan kemudian mendorong munculnya gerakan teologi pembebasan di Amerika Latin.
Konflik sosial-politik yang tajam dan seringkali dibarengi dengan kekerasan ini, diakibatkan oleh sikap arogansi manusia yang cenderung memandang diri lebih baik, lebih benar, lebih berkuasa dan lebih berhakberkembang untuk menguasai bumi dibanding pihak lain. Tegasnya, gejala sosial politik menjadi dasar pentingnya pengkajian multikultural, untuk kemudian dikembangkan dan dijadikan sebagai jalan untuk menjawab dan memberikan solusi dari konflik-konflik sosial-politik baik dalam skala nasional maupun internasional.
2. Implikasi Tauhid Terhadap Pluralitas Agama
Al-Qur’an berbicara tentang fenomena pluralitas agama-agama dan multikultural. Al-Qur’an adalah kitab samawi yang diturunkan terakhir dan diwahyukan kepada penutup para Nabi dan Rasul yaitu Muhammad SAW. Turunnya al-Qur’an berfungsi sebagai mushaddiq (pembenaran) bagi kitab-kitab terdahulu. Dengan demikian, kedatangan al-Qur’an bukan sebagai pembatal kitab-kitab sebelumnya tetapi lebih sebagai pembenaran tentang inti ajaran Tuhan yang diturunkan kepada para rasul dan nabi sebelumnya. Disisi lain al-Qur’an juga berfungsi sebagai muhaimin (penguji) dan furqan (pengoreksi) atau penyimpangan yang terjadi dari penganut kitab-kitab tersebut. Dari sini dapat ditegaskan bahwa esensi dan subtansi ajaran al-Qur’an sama dengan ajaran kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi dan rasul sebelumnya seperti Kitab Taurat, kitab Zabur, ktab Injil, dan suhul-suhul.
Esensi ajarannya adalh tauhid. Para nabi dan rasul Allah akan diutus kepada umat manusia, semuanya membawa ajaran tauhid, termasuk inti ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW seperti termuat dalam al-Qur’an. Itulah sebabnya nabi Muhammad diperintahkan untuk beriman kepada Kitab yang telah diturunkan oelh Allah sebelum al-Qur’an seperti ditegaskan dalam QS. Asyuura, (42) 15 “Katakanlah (Muhammad) AKu beriman kepada semua kitab yang telah diturunkan Allah.
Diawal kehhidupan nabi Muhammad SAW hingga akhir kehidupannya berna-benar meyakini bahwa kitab-kitab suci terdahulu adalah berasa dari Allah dan yang menyampaikannya adalah para Nabi dan rasul Allah. Penyikapan yang demikian semakin kuat pada diri pada diri Nabi Muhammad setelah tampak bahwa para pengikut kitab-kitab suci terdahulu ada yang beriman kepada al-Qur’an dan kenabiannya, seperti Waraqa bin Naufal yang ia baca dalam kitab Injil.
Fenomena Waraqa ini merupakaan salah satu bukti bahwa kedatang Muhammad sebagai nabi dan rasul yang membawa kitab al-QUr’an sudah menjadi harapan dan keinginan sebagian orang yang telah memiliki kitab sebelumnya.Hal ini ditegaskan di dalam Q.S. Asy-syu’ra (26) 192-197 “Sesungguhnya Al-qur’an ini benar-berna diturunkan oelhh Tuhan Semestea alam menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab dengan jelas. Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar tersebut dalam kitab-kitab yang dahulu. Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?”
JIka ayat tersebut dihubungkan dengan kandungan ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya dalam surah yang sama, maka dapat dijelaskan bahwa ketika al-QUr’an dsampaikan kepada masyarakat Mekkah- sebagai kelompok yang pertama kali bersentuhan dengan al-Qur’an, maka sebagian dari mereka meyakini kebenaran al-Qur’an. Barhkan sikap kontra mereka sangat cepat datangnya. Fenomena yang demikian itu tidak hanya dialami oleh nabi Muhammad SAW , tetapi setiap nabi dan rasul yang diutus Allah.
Manusia sebagai objek risalah dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu menerima risalah dan manusia yang kontra risalah. Keterangan mengenai hal ini dapat dilihat dalam Q.S. 26 69-191.
Kandungan ayat-ayat pada surah ke 26 tersebut berisi kisah nabi Ibrahim a.s, nabi Nuh a.s, Nabi Hud a.s, Nabu Luth a.s, dan nabi Syuaib a.s, dengan kaum mereka masing-masing. Sebagai kaum, para nabi tersebut menjadi kelompok pengikut risalah rasul mereka masing-masing dan kebanyakan kaum tersebut menjadi kelompok kontra risalah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap umat yang disampaikan padanya risalah Tuhan melalui nabi dan rasul yang diutus kepada mereka, maka umat tersebut akan terpecah menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok pengikut risalah dan kelompok kontra risalah. Dalam konteks ini Q.S. Al-Baqarah (2) 213 menjelaskan bahwa:
“Bahwa awalnya manusia adalah umat yang satu. Lalu Allah mengutus para Nabi-Nya kepada mereka sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan lewat kitab yang berisi kebenaran. Dengan kitab itu pulalah diputuskan perkara-perkara yang mereka perselisihkan. Namun umat tersebut berselisih tentang kitab yang diturunkan kepada mereka, hanya karena keingkaran di antara mereka. Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman kepada kebenaran kitab yang diturunkan kepada mereka,berupa jalan lurus dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara mereka.”
Disisi lain dapat pula dikatakan bahwa keingkaran mereka terhadap kitab yang diturunkan kepada mereka disebabkan karena kecintaan mereka terhadap dunia. Hal ini dipahami dari perpautan ayat 213 dengan ayat 212 dalam surah yang sama. Dimana ayat 212 menegaskan bahwa kehidupan dunia bagi kelompok sunggu sangat indah dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman.
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa para nabi dan rasul yang diutus berhadap-hadapan dengan pluralitas sosial budaya dan sosial politik dan tentunya pluralitas agama. Jadi ketika para nabi dan rasul diutus kepada suatu umat, umat tersebut tidaklah hampa budaya tetapi padanya hidup dan berkembang pluralitas sosial budaya. Fenomena ini menunjukkan bahwa sebagian dari kelompok umat tersebut ada yang tetap berusaha berpegang pada ajaran para nabi dan rasulnya. Kelompok pertama inilah yang kemudian senantiasa berharap agar Allah mengutus kembali seorang nabi dan rasul untuk memurnikan ajaran para nabi dan rasul sebelumnya. Ketika Allah pun mengutus nabi dan atau pun rasul yang baru (dan memang sebelum pengutusannya sering kali telah diinformasikan dalam kitab sebelumnya), maka kelompok inilah yang kemudian beriman dan meyakini rasulv tersebut dan kitabnya. Sedangkan kelompok kedua yakni kelompok kontra risalah, yaitu ketika Allah mengutus nabi dan rasul baru pada mereka, mereka pun bersikap kontra terhadap rasul dan kitab yang baru tersebut.
B. Konsep Ukhuwah dalam Islam
1. Ukhuwah Islamiyah
Kata ukhuwah berarti persaudaraan, maksudnya perasaan simpati dan empati antara dua orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki satu kondisi atau perasaan yang sama, baik suka maupun duka, baik senang maupun sedih. Jalinan perasaan itu menimbulkan sikap timbal balik untuk saling membantu bila pihak lain mengalami kesulitan dan sikap untuk saling membagi kesenangan kepada pihak lain bila salah satu pihak menemukan kesenangan Ukhuwah atau persaudaraan berlaku sesama umat Islam, yang disebut Ukhuwah Islamiyah dan berlaku pula pada semua umat manusia secara universal tanpa membedakan agama, suku, dan aspek-aspek kekhususan lainnya, disebut Ukhuwah Insaniyah.
Persaudaraan sesama muslim, berarti saling menghargai realtivitas masing-masing sebagai sifat dasar kemanusiaan, seperti perbedaan pemikiran sehingga tidak menjadi penghalang untuk saling membantu atau menolong karena di antara mereka terikat oleh satu keyakinan dan jalan hidup, yaitu Islam. Agama Islam memberikan petunjuk yang jelas untuk menjaga agar persaudaraan sesama muslim itu dapat terjalin agar terjalin dengan kokoh sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Hujurat/49:10-12.
2. Ukhuwah Insaniyah
Konsep persaudaraan sesama manusia, ukhuwah insaniyah dilandasi oleh ajaran bahwa semua umat manusia adalah makhluk Allah. Sekalipun Allah memberikan petunjuk kebenaran melalui ajaran Islam, tetapi Allah juga memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk memilih jalan hidup berdasarkan rasionya. Karena itu sejak awal penciptaan, Allah tidak menetapkan manusia sebagai satu umat, padahal Allah bisa bila mau. Itulah fitrah manusia (Q.S. Al-Maidah/5:48).
Prinsip kebebasan itu menghalangi pemaksaan suatu agama oleh otoritas manusia manapun, bahkan rasul pun dilarang melakukannya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Surah Yunus/10:99 dan Q.S. Al-Baqarah/2:256.
Perbedaan agama yang terjadi di anatara umat manusia merupakan konsekuensi dari kebebasan yang diberikan oleh Allah, maka perbedaan agama itu tidak menjadi penghalang bagi manusia untuk saling berinteraksi sosial dan saling membantu, sepanjang masih dalam kawasan kemanusiaan.
C.. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosia
1. Pandangan Agama Islam Terhadap Umat Non-Islam
Dari segi akidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagai agamanya disebut kafir atau nonmuslim. Kata kafir berarti orang yang menolak, yang tidak mau menerima atau menaati aturan Allah yang diwujudkan kepada manusia melali ajaran Islam.
Ktika Rasulullah S.a.w muai menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat arab, sebagaian dari mereka ada yang menerima dan ada yang menolak. Orang yang menolak disebut kafir. Mereka terdiri orang-orang musyrik yag menyembah berhala disebut orang watsani, oang-orang ahi kitab baik Yahudi maupun Nasrani. Diantara oang-orang kafir tersebt ada yang menganggu, menyakiti dan memusuhi orang islam dan adapula hidup rukun bersama orang islam. Orang kafir yang mengganggu disebut kafir harbi dan orang kafir yang hidup rukun disebut kafir dzimmi, mereka inilah yang mengadakan perjanjian atau menjadi tanggungan orang islam untuk menjaga keselamatan atau keamanannya. Dalam konteks Negara islam, mereka wajib membayar jizyah (Q.S Al-Taubah/9 29.
2 Tanggung Jawab Sosial Umat Islam
Umat islam adalh umat yang terbaik yang diciptakan Allah dalam kehidupan ini (Q.S Al-Imran/3 : 110). Kebaikan umat islam bukan sekedar simbolik karena telah mengikrarkan keyakinan Allah s.w.t sebagai Tuhannya dan Nabi Muhammad s.a.w sebagi Rasulullah., tetapi karena identifikasi sebagai muslim memberikan konsekuensi untuk menunjukkan komitmennya dalam beribadah kepada Allah. Dalam Al-Qur’an kedua komitmen itu disebut “ hablun minallah wa hablun minannaas “. Bentuk tanggung jawab social umat islam meliputi berbagai aspek kehidupan, diantaranya adalah :
Menjalin silahtuahmi dengan tetangga
Memberikan infak dari sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah (Q.S Ibrahim/14:7)
Menjenguk bila ada anggota masyarakat yang meninggal dengan mengantarkan jenazahnya sampai di kubur
Member bantuan menurut kemampuan bila ada anggota masyarakat ang memerlukan bantuan
Penyusunan sistem social yang efektif dan efisien untuk membangun masyarakat baik, mental spiritual maupun fisik material
3. Amar Ma’ruf dan Nahl Munkar
Amar ma’ruf dan nahl munkar artinya memerintahkan orang lain untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat. Sikap amar ma’ruf dan nahl munkar akan efektif apabila orang yang melakukannya juga memberi contoh karena itu diperlukan kesiapan secara sistematik dan melibatkan kelompok beserta dengan perencanaan, pelaksanaan pengawasan secara baik berorganisasi (Q.S Ali-Imran/3:104)
Disamping system dan sarana pendukung, amr ma’ruf dan nahl munkar juga memerlukan kebijakan dalam bertindak. Karena itu Rasullullah memberikan tiga tingkatan, yaitu menggunakan tangan atau kekuasaan apabila mampu menggunakan lisan dan dalam hati apabila langkah pertama dan langkah kedua tidak memungkinkan.bentuk amar ma’ruf dan nahl munkar yang tersistem diantaranya adalah mendirikan masjid, menyelenggarakan pengajian, mendirikan lembaga pendidikan Islam, mendirikan pesantren dan lain – lain.
Sebagai agama yang universal dan komperehensif, islam mengandung ajaran yang integral dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia. Islam tidak hanya mengajarkan tentang akidah dan ibadah semata, tetap Islam juga mengandung ajaran di bidang ipteks dan bidang – bidang kehidupan lainnya.
BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Konsep pluralisme agama sejak awal sudah ada dalam agama Islam, ia merupakan bagian prinsip dasar dari agama Islam itu sendiri. Agama Islam, sebagai agama yang mengemban misi rahmatanlilalamin memandang pluralisme atau keragaman dalam beragama merupakan rahmat dari Allah swt, yang harus diterima oleh semua umat manusia, karena pluralisme adalah bagian dari otoritas Allah (sunnatullah) yang tidak dapat dibantah oleh manusia.
2. Saran
Pluralisme agama dapat terjaga dan terpelihara dengan baik, apabila pemahaman agama yang cerdas dimiliki oleh setiap pemeluk agama. Antar umat beragama perlu membangun dialog dan komonikasi yang intens guna untuk menjalin hubungan persaudaran yang baik sesama umat beragama. Dengan dialog akan memperkaya wawasan kedua belah pihak dalam rangka mencari persamaan-persamaan yang dapat dijadikan landasan hidup rukun dalam suatu masyarakat, yaitu toleransi dan pluralisme. Wallahu A’lam.
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang……………………………………………………………….1
2. Tujuan………………………………………………………………………..1
BAB 2 PEMBAHASAN
1. Pluralitas Dalam Ajaran Islam
a. Pengertian……………………………………………………………….2
b. Implikasi Tauhid Terhadap Pluralitas Agama…………………………..3
2. Konsep Ukhuwah dalam Islam
a. Ukhuwah Islamiyah……………………………………………………..6
b. Ukhuwah Insaniyah……………………………………………………..6
3. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial
a. Pandangan Agama Islam terhadap Umat Non-Islam………….………..7
b. Tanggung Jawab SOsial mat Islam…………………………………......7
c. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar………………………………………...8
BAB 3 PENUTUP
1. Kesimpulan…………………………………………………………………9
2. Saran………………………………………………………………………..9
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Salleang, Usman. Dkk. Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. UPT MKU Universitas Hasanuddin, Makassar.
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah yang kami susun dengan tema “Islam dan Pluralitas” dapat terselesaikan tepat waktu.
Shalawat serta salam tak lupa kami hanturkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan tak lupa juga kami ucapkan terimah kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Kami berharap makalah ini dapat menjadi sarana untuk menambah pengetahuan pembaca tentang Islam dan Pluralitas.
Makalah ini kami susun berdasarkan buku pedoman pendidikan agama islam, dalam penulisan makalah ini tentu masih ada kekurangan baik pada tekhnik penulisan maupun dalam segi materi, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan agar dapat memperbaiki makalah kami.
Makassar, 29 September 2014
BAB1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pluralitas merupakan salah satu tema diskursus intelektual yang sangat intens diperbincangkan. Sebagian pandangan menunjukkan pluralitas dipahami sebagai faktor yang dapat menimbulkan konflik konflik sosial, baik dilatarbelakangi oleh pemahaman dan kepentingan keagamaan serta supermasi budaya kelompok masyarakat tertentu. Pandangan inilah yang kemudian secara ekstrim menolah pluralitas-pluralisme dan menitik beratkan pada keseragaman mutlak.
Konflik sosial-politik yang tajam dan seringkali dibarengi dengan kekerasan ini, diakibatkan oleh sikap arogansi manusia yang cenderung memandang diri lebih baik, lebih benar, lebih berkuasa dan lebih berhakberkembang untuk menguasai bumi dibanding pihak lain. Tegasnya, gejala sosial politik menjadi dasar pentingnya pengkajian multikultural, untuk kemudian dikembangkan dan dijadikan sebagai jalan untuk menjawab dan memberikan solusi dari konflik-konflik sosial-politik baik dalam skala nasional maupun internasional.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk menambah pengetahuan tentang “Islam dan Pluralitas” baik untuk pembaca maupun penulis.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pluralitas dalam ajaran Islam
1. Pengertian
Kata pluralitas secara generik mengandung makna kejamakan atau kemajemukan. Pluralitas merupakan salah satu tema diskursus intelektual yang sangat intens diperbincangkan. Sebagian pandangan menunjukkan pluralitas dipahami sebagai faktor yang dapat menimbulkan konflik konflik sosial, baik dilatarbelakangi oleh pemahaman dan kepentingan keagamaan serta supermasi budaya kelompok masyarakat tertentu. Pandangan inilah yang kemudian secara ekstrim menolah pluralitas-pluralisme dan menitik beratkan pada keseragaman mutlak. Pandangan yang demikian dapat dilihat pada totaliterisme Barat yang diwakili oleh Uni Soviet. Pandangan lainnya adalah, pandangan yang menerima secara mutlak gagasan pluralitas-pluralisme.
Diskursus lain yang juga memperoleh perhatian serius oleh para pemikir kekinian, sebagai perkembangan lebih lanjut dari kajian pluralitas-pluralisme adalah pengkajian tentang multikultural-multikulturalisme. Kajian multikultural ini tampaknya menarik, disebabkan oleh munculnya pemikiran kritis sosial yang mencoba mempertanyakan kembali nilai kemanusiaan dalam setiap praktek hidup keberagaman. Pertanyaan kritis ini muncul sebagai kritik terhadap fenomena keberagaman di tengah perubahan sosial ekonomi dan politik yang kemudian lebih banyak tidak menguntungkan kelompok masyarakat kecil. Ini salah satu bentuk kritik Nietzschian yang kemudian memunculkan tesis kematian Tuhan dan kemudian mendorong munculnya gerakan teologi pembebasan di Amerika Latin.
Konflik sosial-politik yang tajam dan seringkali dibarengi dengan kekerasan ini, diakibatkan oleh sikap arogansi manusia yang cenderung memandang diri lebih baik, lebih benar, lebih berkuasa dan lebih berhakberkembang untuk menguasai bumi dibanding pihak lain. Tegasnya, gejala sosial politik menjadi dasar pentingnya pengkajian multikultural, untuk kemudian dikembangkan dan dijadikan sebagai jalan untuk menjawab dan memberikan solusi dari konflik-konflik sosial-politik baik dalam skala nasional maupun internasional.
2. Implikasi Tauhid Terhadap Pluralitas Agama
Al-Qur’an berbicara tentang fenomena pluralitas agama-agama dan multikultural. Al-Qur’an adalah kitab samawi yang diturunkan terakhir dan diwahyukan kepada penutup para Nabi dan Rasul yaitu Muhammad SAW. Turunnya al-Qur’an berfungsi sebagai mushaddiq (pembenaran) bagi kitab-kitab terdahulu. Dengan demikian, kedatangan al-Qur’an bukan sebagai pembatal kitab-kitab sebelumnya tetapi lebih sebagai pembenaran tentang inti ajaran Tuhan yang diturunkan kepada para rasul dan nabi sebelumnya. Disisi lain al-Qur’an juga berfungsi sebagai muhaimin (penguji) dan furqan (pengoreksi) atau penyimpangan yang terjadi dari penganut kitab-kitab tersebut. Dari sini dapat ditegaskan bahwa esensi dan subtansi ajaran al-Qur’an sama dengan ajaran kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi dan rasul sebelumnya seperti Kitab Taurat, kitab Zabur, ktab Injil, dan suhul-suhul.
Esensi ajarannya adalh tauhid. Para nabi dan rasul Allah akan diutus kepada umat manusia, semuanya membawa ajaran tauhid, termasuk inti ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW seperti termuat dalam al-Qur’an. Itulah sebabnya nabi Muhammad diperintahkan untuk beriman kepada Kitab yang telah diturunkan oelh Allah sebelum al-Qur’an seperti ditegaskan dalam QS. Asyuura, (42) 15 “Katakanlah (Muhammad) AKu beriman kepada semua kitab yang telah diturunkan Allah.
Diawal kehhidupan nabi Muhammad SAW hingga akhir kehidupannya berna-benar meyakini bahwa kitab-kitab suci terdahulu adalah berasa dari Allah dan yang menyampaikannya adalah para Nabi dan rasul Allah. Penyikapan yang demikian semakin kuat pada diri pada diri Nabi Muhammad setelah tampak bahwa para pengikut kitab-kitab suci terdahulu ada yang beriman kepada al-Qur’an dan kenabiannya, seperti Waraqa bin Naufal yang ia baca dalam kitab Injil.
Fenomena Waraqa ini merupakaan salah satu bukti bahwa kedatang Muhammad sebagai nabi dan rasul yang membawa kitab al-QUr’an sudah menjadi harapan dan keinginan sebagian orang yang telah memiliki kitab sebelumnya.Hal ini ditegaskan di dalam Q.S. Asy-syu’ra (26) 192-197 “Sesungguhnya Al-qur’an ini benar-berna diturunkan oelhh Tuhan Semestea alam menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab dengan jelas. Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar tersebut dalam kitab-kitab yang dahulu. Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?”
JIka ayat tersebut dihubungkan dengan kandungan ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya dalam surah yang sama, maka dapat dijelaskan bahwa ketika al-QUr’an dsampaikan kepada masyarakat Mekkah- sebagai kelompok yang pertama kali bersentuhan dengan al-Qur’an, maka sebagian dari mereka meyakini kebenaran al-Qur’an. Barhkan sikap kontra mereka sangat cepat datangnya. Fenomena yang demikian itu tidak hanya dialami oleh nabi Muhammad SAW , tetapi setiap nabi dan rasul yang diutus Allah.
Manusia sebagai objek risalah dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu menerima risalah dan manusia yang kontra risalah. Keterangan mengenai hal ini dapat dilihat dalam Q.S. 26 69-191.
Kandungan ayat-ayat pada surah ke 26 tersebut berisi kisah nabi Ibrahim a.s, nabi Nuh a.s, Nabi Hud a.s, Nabu Luth a.s, dan nabi Syuaib a.s, dengan kaum mereka masing-masing. Sebagai kaum, para nabi tersebut menjadi kelompok pengikut risalah rasul mereka masing-masing dan kebanyakan kaum tersebut menjadi kelompok kontra risalah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap umat yang disampaikan padanya risalah Tuhan melalui nabi dan rasul yang diutus kepada mereka, maka umat tersebut akan terpecah menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok pengikut risalah dan kelompok kontra risalah. Dalam konteks ini Q.S. Al-Baqarah (2) 213 menjelaskan bahwa:
“Bahwa awalnya manusia adalah umat yang satu. Lalu Allah mengutus para Nabi-Nya kepada mereka sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan lewat kitab yang berisi kebenaran. Dengan kitab itu pulalah diputuskan perkara-perkara yang mereka perselisihkan. Namun umat tersebut berselisih tentang kitab yang diturunkan kepada mereka, hanya karena keingkaran di antara mereka. Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman kepada kebenaran kitab yang diturunkan kepada mereka,berupa jalan lurus dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara mereka.”
Disisi lain dapat pula dikatakan bahwa keingkaran mereka terhadap kitab yang diturunkan kepada mereka disebabkan karena kecintaan mereka terhadap dunia. Hal ini dipahami dari perpautan ayat 213 dengan ayat 212 dalam surah yang sama. Dimana ayat 212 menegaskan bahwa kehidupan dunia bagi kelompok sunggu sangat indah dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman.
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa para nabi dan rasul yang diutus berhadap-hadapan dengan pluralitas sosial budaya dan sosial politik dan tentunya pluralitas agama. Jadi ketika para nabi dan rasul diutus kepada suatu umat, umat tersebut tidaklah hampa budaya tetapi padanya hidup dan berkembang pluralitas sosial budaya. Fenomena ini menunjukkan bahwa sebagian dari kelompok umat tersebut ada yang tetap berusaha berpegang pada ajaran para nabi dan rasulnya. Kelompok pertama inilah yang kemudian senantiasa berharap agar Allah mengutus kembali seorang nabi dan rasul untuk memurnikan ajaran para nabi dan rasul sebelumnya. Ketika Allah pun mengutus nabi dan atau pun rasul yang baru (dan memang sebelum pengutusannya sering kali telah diinformasikan dalam kitab sebelumnya), maka kelompok inilah yang kemudian beriman dan meyakini rasulv tersebut dan kitabnya. Sedangkan kelompok kedua yakni kelompok kontra risalah, yaitu ketika Allah mengutus nabi dan rasul baru pada mereka, mereka pun bersikap kontra terhadap rasul dan kitab yang baru tersebut.
B. Konsep Ukhuwah dalam Islam
1. Ukhuwah Islamiyah
Kata ukhuwah berarti persaudaraan, maksudnya perasaan simpati dan empati antara dua orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki satu kondisi atau perasaan yang sama, baik suka maupun duka, baik senang maupun sedih. Jalinan perasaan itu menimbulkan sikap timbal balik untuk saling membantu bila pihak lain mengalami kesulitan dan sikap untuk saling membagi kesenangan kepada pihak lain bila salah satu pihak menemukan kesenangan Ukhuwah atau persaudaraan berlaku sesama umat Islam, yang disebut Ukhuwah Islamiyah dan berlaku pula pada semua umat manusia secara universal tanpa membedakan agama, suku, dan aspek-aspek kekhususan lainnya, disebut Ukhuwah Insaniyah.
Persaudaraan sesama muslim, berarti saling menghargai realtivitas masing-masing sebagai sifat dasar kemanusiaan, seperti perbedaan pemikiran sehingga tidak menjadi penghalang untuk saling membantu atau menolong karena di antara mereka terikat oleh satu keyakinan dan jalan hidup, yaitu Islam. Agama Islam memberikan petunjuk yang jelas untuk menjaga agar persaudaraan sesama muslim itu dapat terjalin agar terjalin dengan kokoh sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Hujurat/49:10-12.
2. Ukhuwah Insaniyah
Konsep persaudaraan sesama manusia, ukhuwah insaniyah dilandasi oleh ajaran bahwa semua umat manusia adalah makhluk Allah. Sekalipun Allah memberikan petunjuk kebenaran melalui ajaran Islam, tetapi Allah juga memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk memilih jalan hidup berdasarkan rasionya. Karena itu sejak awal penciptaan, Allah tidak menetapkan manusia sebagai satu umat, padahal Allah bisa bila mau. Itulah fitrah manusia (Q.S. Al-Maidah/5:48).
Prinsip kebebasan itu menghalangi pemaksaan suatu agama oleh otoritas manusia manapun, bahkan rasul pun dilarang melakukannya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Surah Yunus/10:99 dan Q.S. Al-Baqarah/2:256.
Perbedaan agama yang terjadi di anatara umat manusia merupakan konsekuensi dari kebebasan yang diberikan oleh Allah, maka perbedaan agama itu tidak menjadi penghalang bagi manusia untuk saling berinteraksi sosial dan saling membantu, sepanjang masih dalam kawasan kemanusiaan.
C.. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosia
1. Pandangan Agama Islam Terhadap Umat Non-Islam
Dari segi akidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagai agamanya disebut kafir atau nonmuslim. Kata kafir berarti orang yang menolak, yang tidak mau menerima atau menaati aturan Allah yang diwujudkan kepada manusia melali ajaran Islam.
Ktika Rasulullah S.a.w muai menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat arab, sebagaian dari mereka ada yang menerima dan ada yang menolak. Orang yang menolak disebut kafir. Mereka terdiri orang-orang musyrik yag menyembah berhala disebut orang watsani, oang-orang ahi kitab baik Yahudi maupun Nasrani. Diantara oang-orang kafir tersebt ada yang menganggu, menyakiti dan memusuhi orang islam dan adapula hidup rukun bersama orang islam. Orang kafir yang mengganggu disebut kafir harbi dan orang kafir yang hidup rukun disebut kafir dzimmi, mereka inilah yang mengadakan perjanjian atau menjadi tanggungan orang islam untuk menjaga keselamatan atau keamanannya. Dalam konteks Negara islam, mereka wajib membayar jizyah (Q.S Al-Taubah/9 29.
2 Tanggung Jawab Sosial Umat Islam
Umat islam adalh umat yang terbaik yang diciptakan Allah dalam kehidupan ini (Q.S Al-Imran/3 : 110). Kebaikan umat islam bukan sekedar simbolik karena telah mengikrarkan keyakinan Allah s.w.t sebagai Tuhannya dan Nabi Muhammad s.a.w sebagi Rasulullah., tetapi karena identifikasi sebagai muslim memberikan konsekuensi untuk menunjukkan komitmennya dalam beribadah kepada Allah. Dalam Al-Qur’an kedua komitmen itu disebut “ hablun minallah wa hablun minannaas “. Bentuk tanggung jawab social umat islam meliputi berbagai aspek kehidupan, diantaranya adalah :
Menjalin silahtuahmi dengan tetangga
Memberikan infak dari sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah (Q.S Ibrahim/14:7)
Menjenguk bila ada anggota masyarakat yang meninggal dengan mengantarkan jenazahnya sampai di kubur
Member bantuan menurut kemampuan bila ada anggota masyarakat ang memerlukan bantuan
Penyusunan sistem social yang efektif dan efisien untuk membangun masyarakat baik, mental spiritual maupun fisik material
3. Amar Ma’ruf dan Nahl Munkar
Amar ma’ruf dan nahl munkar artinya memerintahkan orang lain untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat. Sikap amar ma’ruf dan nahl munkar akan efektif apabila orang yang melakukannya juga memberi contoh karena itu diperlukan kesiapan secara sistematik dan melibatkan kelompok beserta dengan perencanaan, pelaksanaan pengawasan secara baik berorganisasi (Q.S Ali-Imran/3:104)
Disamping system dan sarana pendukung, amr ma’ruf dan nahl munkar juga memerlukan kebijakan dalam bertindak. Karena itu Rasullullah memberikan tiga tingkatan, yaitu menggunakan tangan atau kekuasaan apabila mampu menggunakan lisan dan dalam hati apabila langkah pertama dan langkah kedua tidak memungkinkan.bentuk amar ma’ruf dan nahl munkar yang tersistem diantaranya adalah mendirikan masjid, menyelenggarakan pengajian, mendirikan lembaga pendidikan Islam, mendirikan pesantren dan lain – lain.
Sebagai agama yang universal dan komperehensif, islam mengandung ajaran yang integral dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia. Islam tidak hanya mengajarkan tentang akidah dan ibadah semata, tetap Islam juga mengandung ajaran di bidang ipteks dan bidang – bidang kehidupan lainnya.
BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Konsep pluralisme agama sejak awal sudah ada dalam agama Islam, ia merupakan bagian prinsip dasar dari agama Islam itu sendiri. Agama Islam, sebagai agama yang mengemban misi rahmatanlilalamin memandang pluralisme atau keragaman dalam beragama merupakan rahmat dari Allah swt, yang harus diterima oleh semua umat manusia, karena pluralisme adalah bagian dari otoritas Allah (sunnatullah) yang tidak dapat dibantah oleh manusia.
2. Saran
Pluralisme agama dapat terjaga dan terpelihara dengan baik, apabila pemahaman agama yang cerdas dimiliki oleh setiap pemeluk agama. Antar umat beragama perlu membangun dialog dan komonikasi yang intens guna untuk menjalin hubungan persaudaran yang baik sesama umat beragama. Dengan dialog akan memperkaya wawasan kedua belah pihak dalam rangka mencari persamaan-persamaan yang dapat dijadikan landasan hidup rukun dalam suatu masyarakat, yaitu toleransi dan pluralisme. Wallahu A’lam.
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang……………………………………………………………….1
2. Tujuan………………………………………………………………………..1
BAB 2 PEMBAHASAN
1. Pluralitas Dalam Ajaran Islam
a. Pengertian……………………………………………………………….2
b. Implikasi Tauhid Terhadap Pluralitas Agama…………………………..3
2. Konsep Ukhuwah dalam Islam
a. Ukhuwah Islamiyah……………………………………………………..6
b. Ukhuwah Insaniyah……………………………………………………..6
3. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial
a. Pandangan Agama Islam terhadap Umat Non-Islam………….………..7
b. Tanggung Jawab SOsial mat Islam…………………………………......7
c. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar………………………………………...8
BAB 3 PENUTUP
1. Kesimpulan…………………………………………………………………9
2. Saran………………………………………………………………………..9
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Salleang, Usman. Dkk. Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. UPT MKU Universitas Hasanuddin, Makassar.
No comments:
Post a Comment