1. Bahan
Pakan Tepung Bekicot
Bekicot dahulu dianggap
sebagai hama tanaman, namun sejak akhir tahun tujuh puluhan bekicot menjadi
komoditi ekspor yang digemari. Ekspor bekicot terus menerus meningkat dari
tahun ke tahun. Pasaran ekspor bekicot yang utama adalah Perancis dan yang lain
adalah negara Taiwan, Kanada, Jerman Barat, Amerika Serikat, Jepang, Singapura,
Hongkong, Malaysia, Belgia dan Luxsemburg. Indonesia merupakan pemasok bekicot
nomor dua terbesar di dunia setelah Yunani. Penyediaan bekicot untuk ekspor
sampai saat ini masih banyak yang diperoleh dari penangkapan di alam bebas.
Kegiatan penangkapan bekicot di alam yang semakin intensif akan memperkecil
populasi bekicot (Asa, 1984).
Budidaya bekicot merupakan
satu-satunya pilihan agar komoditi tersebut tetap tersedia. Sehubungan dengan
hal tersebut, maka sifat-sifat bekicot perlu diketahui jika ingin
membudidayakan. Bekicot termasuk keong darat, bukan merupakan binatang air.
Tempat hidup yang digemari bekicot adalah tempat yang teduh dan gelap. Bekicot
aktif pada waktu malam hari (noktural). Sifat noktural bekicot bukan
semata-mata ditentukan oleh faktor gelap di waktu malam, namun juga suhu dan
kelembaban lingkungannya. Bekicot memiliki tubuh yang lunak sehingga dimasukkan
ke dalam filum Molusca (mollis dalam bahasa Yunani berarti
lunak). Bekicot berjalan menggunakan perutnya sehingga bekicot dimasukkan dalam
kelas Gastropoda. Bekicot bernafas dengan menggunakan kantong paru-paru,
oleh karena itu dimasukkan ke dalam Pulmonata. Di bagian kepala terdapat
dua pasang tentakel, dengan sepasang “mata” (ocelus) pada ujung tentakel
superior, oleh karena itu dimasukkan ke dalam Stylomatophora (Asa, 1984).
Di Indonesia dikenal dua
macam spesies bekicot yaitu Achatina fulica dan Achatina variegata,
namun sering pula dijumpai bekicot hasil persilangan antara ke dua spesies
tersebut. Cangkang bekicot dapat digunakan untuk membedakan jenis bekicot.
Cangkang pada Achatina fulica bergaris-garis lurus berwarna coklat,
bentuk cangkangnya lebih langsing. Cangkang Achatina veriegata bergaris
patah-patah coklat kemerahan lebih jelas dan bentuk cangkangnya lebih gemuk
(Asa, 1984).
Bekicot berasal dari Afrika
Timur, kemudian menyebar ke kepulauan Mauritius, India lalu ke Semenanjung
Malaya. Sekitar tahun 1922, bekicot jenis Achatina fulica masuk ke
Kalimantan dan Sumatera, kemudian pada tahun 1933 bekicot jenis Achatina
fulica tersebut masuk ke pulau Jawa. Sedangkan bekicot jenis Achatina
variegata masuk ke pulau Jawa pada tahun 1942 bersama dengan masuknya
tentara Jepang. Bekicot dikenal sebagai hewan yang rakus dan memiliki
toleransi besar terhadap berbagai macam
makanan dan tahan terhadap persediaan makanan yang terbatas. Bekicot memerlukan
sumber kalsium untuk pembentukan cangkangnya. Pakan bekicot tidak boleh
mengandung garam dapur, cabe dan abu dapur (Asa, 1984).
Bekicot tidak tahan terhadap
sinar matahari langsung, senang di daerah tropik, tidak tahan di daerah yang
waktu keringnya terlalu panjang dan di daerah bersalju. Pada waktu keadaan
lingkungan kering, bekicot menjadi tidak aktif (aestivasi) dan menarik tubuhnya
ke dalam cangkang kemudian kakinya mengeluarkan lapisan lendir yang kaku dan
mengeras untuk menutup lubang cangkang guna melindungi dirinya dari kekeringan.
Sewaktu aestivasi bekicot bernafas melalui celah kecil (pneumostoma)
yang berhubungan dengan kantong paru-paru (Reksohadiprojo, 1994).
Bekicot bersifat hermaprodit
sehingga dalam satu tubuh terdapat alat kelamin jantan maupun betina. Umur
pubertas bekicot dicapai setelah panjang cangkang berukuran 80 mm. Untuk
keperluan pembuahan, bekicot melakukan perkawinan silang. Sperma hasil
perkawinan silang antara dua induk bekicot tersebut disimpan dalam alat
penimbun sperma (spermateka). Setiap ekor bekicot merupakan penghasil telur.
Sebelum bertelur, bekicot menunjukkan kelakuan membuat sarang. Waktu yang
diperlukan induk bekicot untuk membuat sarang adalah antara 1.5 - 2 jam. Jumlah
telur yang dihasilkan bekicot juga dipengaruhi oleh kondisi daerah tempat
hidupnya. Jumlah telur yang dihasilkan oleh bekicot dipengaruhi oleh panjang
cangkangnya. Semakin panjang ukuran cangkang bekicot maka jumlah telur yang
dihasilkan semakin banyak. Waktu yang diperlukan untuk sekali proses peneluran
rata-rata sekitar 12 jam (Reksohadiprojo, 1994).
Umumnya bekicot bertelur
dalam sarang di dalam tanah. Ada di antara induk bekicot yang meletakkan
telurnya di bawah kayu, batu atau benda lainnya. Induk bekicot yang meletakkan
telunya di tempat tanah juga ada, tetapi jarang. Induk bekicot membuat sarang
dengan menggali tanah menggunakan kepalanya. Kedalaman sarang telur bekicot
antara 3 - 5 cm. Bila induk meninggalkan sarang, telur ditutup dengan tanah.
Telur secara alami dibiarkan dalam sarang dan selanjutnya diserahkan sepenuhnya
pada alam sampai menetas. Bekicot tidak dapat menggali tanah untuk bertelur
apabila tanah terlalu kering dan keras, sedangkan bila tanah selalu tergenang
air maka bekicot akan mati dan telur yang ditetaskan akan membusuk. Telur
bekicot cenderung membentuk elips dengan diameter rata-rata 4,5 – 5,5. mm.
Volume rata-rata telur bekicot adalah 0,055 ml dengan berat rata-rata 0,061 g.
Permukaaan telur bekicot dilapisi oleh selaput yang mampu menyerap air dari
sekitarnya untuk mempertahankan kelembaban telur dan mempunyai fungsi dalam
pertukaran oksigen pada telur selama masa penetasan. Fertilitas telur bekicot
rata-rata 81,79 persen. Fertilisasi telur dapat diketahui pada waktu antara dua
sampai empat hari penetasan sehingga telur bekicot ada yang mulai menetas. Masa
penetasan telur bekicot antara satu sampai sepuluh hari. Proses keluarnya anak
bekicot dari cangkang telurnya berlangsung antara 6 sampai 10 jam
(Reksohadiprojo, 1994).
Cara pemeliharaan bekicot
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu cara pemeliharaan terpisah dan cara
pemeliharaan campuran. Bekicot dikelompokkan menurut umur dan panjang cangkang,
sehingga terdapat kandang penetasan, kandang induk dan kandang pembesaran pada
cara pemeliharaan terpisah. Kandang induk dan kandang penetasan dapat juga
dijadikan satu. Bekicot dapat tidak dikelompok-kelompokkan pada cara
pemeliharaan campuran. Sistem kandang umtuk tempat pemeliharaan bekicot ada
beberapa macam yaitu kandang umbaran, kandang kotak, kandang lubang dan kandang
sumuran. Kandang bekicot harus dalam keadaan lembab dan teduh. Makanan bekicot
sebagian besar berupa hijauan, baik hijauan sisa maupun hijauan segar. Namun
bekicot sangat peka terhadap rasa asin dan pedas. Bekicot juga tidak boleh
terkena sisa abu pembakaran karena akan mengganggu proses pengeluaran lendir dan
bial hal ini berlanjut dapat menyebabkan kematian bagi bekicot. Pakan bekicot
harus dalam keadaan basah (Asa, 1984).
Bekicot selain sebagai
komoditi ekspor juga merupakan sumber protein hewani bagi ternak. Daging
bekicot tidak terdapat senyawa yang dapat meracuni ternak. Untuk menjamin
kelayakan daging bekicot sebagai pakan yang baik maka perlu pengolahan yang
baik. Selain pencuciannya yang harus bersih, penambahan abu atau arang pada
waktu merebusnya akan lebih meyakinkan penetralan racun yang ada. Dengan
merebus sampai mendidih (di atas 100oC) sudah dipastikan dapat mematikan kuman
patogen yang berbahaya. Daging bekicot yang dibuat menjadi pakan ternak
sebaiknya dijadikan tepung terlebih dahulu baik dalam bentuk Raw Snail Meal (tepung
bekicot mentah) maupun Boilled Snail Meal (tepung bekicot rebus) (Mahe,
1993).
Menurut Mahe (1993) penggunaan
daging bekicot sebagai bahan pakan ternak unggas diperlukan proses pengolahan
sebagai berikut.
a) Bekicot hidup dikumpulkan dalam ruangan lembab, selanjutnya
ditaburi garam dengan perbandingan 1 kg untuk 10 kg bekicot. Didiamkan selama
15 menit, selanjutnya diaduk sampai rata sehingga lendir yang beracun keluar semua.
b) Bekicot yang sudah digarami, lalu dibersihkan dengan dimasukkan
dalam drum yang berisi air kapur.
c) Bekicot dengan cangkangnya selanjutnya direbus setengah matang, dikeluarkan
dan dicukili dagingnya untuk dipisahkan dari cangkangnya.
d) Daging bekicot dicuci sekali lagi dari kemungkinan sisa lendir
yang masih ada, kemudian direbus sampai masak untuk menghindarkan adanya
bakteri salmonela, selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari dan digiling menjadi
tepung.
Daging bekicot sebagai bahan
pakan unggas dapat dimanfaatkan untuk mengganti tepung ikan, karena menpunyai
kandungan protein yang sebanding, selain itu juga memiliki kandungan asam amino
dan mineral yang cukup memenuhi persyaratan sebagai pakan bergizi. Apabila
tepung bekicot mentah digunakan sebagai campuran pakan, sebaiknya tidak lebih
dari 10 persen, sedangkan penggunaan tepung bekicot rebus antara 5 - 15 persen
(Asa, 1984). Ditambahkan oleh Santoso (1987) bahwa tepung bekicot dapat
digunakan sebagai campuran ayam pedaging sampai 15 persen dan tidak memberikan
pengaruh yang negatif. Pada penggunaan tepung bekicot sebesar 7,5 persen dalam
pakan dapat memberikan pertumbuhan ayam yang lebih baik dari pada ayam yang
tidak mendapat pakan tanpa campuran tepung bekicot. Hasil penelitian Mahe
(1993) tentang pengaruh penggunaan tepung
bekicot (Achatina fulica) dalam ransum terhadap performan
puyuh periode layer menunjukkan penggunaan tepung bekicot sampai 15
persen dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap
konsumsi pakan, konversi pakan dan efisiensi pakan, tetapi menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata terhadap produksi telur. Sedangkan terhadap
berat telur menunjukkan perbedaan yang nyata. Produksi telur yang paling
tinggi dihasilkan oleh puyuh yang mendapat pakan dengan campuran tepung
bekicot sebesar 15 persen. Pakan dengan kandungan tepung bekicot sebesar
10 persen menunjukkan konversi yang paling rendah sedangkan efisiensi pakan
dicapai oleh puyuh yang mendapatkan pakan tanpa campuran tepung bekicot.
Selanjutnya dinyatakan bahwa tepung bekicot sebaiknya digunakan dalam
tingkat 15 persen dalam pakan pakan puyuh periode starter. Sebab dalam
hal ini memberikan produksi paling tinggi dibanding lainnya. Dengan
demikian tepung bekicot dapat dijadikan alternatif pengganti tepung
ikan.
2. Bahan
Pakan Tepung Daun Pisang
Menurut Anonim (2011) tanaman pisang mempunyai sitematika sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Phylum : Spermatophyta
Sub phylum
: Angiospermae
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili: Musaceae
Genus: Musa
Spesies: Musa paradisiaca
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili: Musaceae
Genus: Musa
Spesies: Musa paradisiaca
Spesies : Musa paradisiaca yaitu pisang-pisang yang enak
dimakan, Musa texcilisnoe yaitu pisang-pisang yang hanya diambil pelepah
batangnya dan Musa sebrina van hautte yang merupakan tanaman pisang
liar yang hanya ditanam sebagai hiasan.
Menurut kegunaannya tanaman
pisang dibagi menjadi dua, yaitu musa paradisica forma typica yang
merupakan golongan tanaman pisang yang buahnya dapat dimakan setelah
diolah terlebih dahulu dan pisang yang dapat dimakan setelah masak (buah
segar) yang masuk ke dalam golongan musa paradisica var. sapientum dan
Musa nana L. atau musa cavendisher Tanaman pisang berasal dari Asia
Tenggara. Tanaman pisang mudah tumbuh pada lingkungan tropik maupun sub
tropik. Pada kondisi musim kering, tanaman pisang tahan hidup karena
kandungan air dalam pelepah batang tanaman pisang antara 80 - 90 persen.
Tanah yang cocok untuk kehidupan tanaman pisang adalah sedikit asam
sampai agak basa atau antara pH 6 sampai 8. Pada tanah asam, tanaman
pisang mudah terserang penyakit. Tanaman pisang akan tumbuh subur dan
tumbuh dengan baik bila kadar humus pada tanah relatif tinggi, kondisi ini
banyak dijumpai pada tanah liat yang menagndung kapur (Rismunandar, 1989).
Sinar matahari mutlak
diperlukan oleh tanaman pisang. Iklim yang ideal untuk pertumbuhan tanaman
pisang bila kondisi udara lembab, banyak sinar matahari dengan perubahan panas
yang tidak menyolok. Sebaliknya pada daerah yang kekurangan sinar matahari,
pertumbuhan tanaman pisang akan menjadi lambat (Supriyadi, dkk, 1993).
Tanaman pisang sangat baik
di budidayakan pada tanah-tanah vulkanik atau alluvial dengan tekstur lempung,
lempung berpasir, atau lempung liat berdebu. Tanah tersebut hendaknya
berstruktur longgar (gembur) sehingga mudah menghisap atau melepaskan air.
Keasaman tanah berkisar antara 4 - 6 dan pH optimal adalah 6 - 7. Kedalaman
tanah (solum) minimal 50 cm. Walaupun pisang dapat tumbuh pada berbagai
jenis tanah, tetapi akan lebih baik pertumbuhannya bila di tanam pada struktur
tanah yang gembur atau struktur tanah yang remah dan tidak di tanam di tanah
yang padas, dan pH tanah yang di kehendaki berkisar 4,5 - 7,5. Umumnya tanaman
pisang lebih menyukai dataran rendah yang beriklim lembah, ketinggian yang
dikehendaki 300 m di atas permukaan air laut. Akan tetapi ia juga mampu hidup
sampai ketinggian 1000 m diatar permukaan air laut, namun pada ketinggian
tersebut hasil seratnya akan berkurang (Supriyadi, dkk, 1993).
Tanaman pisang dapat hidup
di daerah tropis sampai sub tropis. Suhu yang dikehendaki untuk tumbuh dengan
normal antara 170C - 300C. Untuk tumbuh normal, tanaman pisang memerlukan curah
hujan yang normal minimal 2.000 mm/tahun tetapi tidak menutup kemungkinan di
bawah 2.000 mm/tahun, asalkan di adakan pengairan yang teratur karena tanaman
pisang membutuhkan air yang cukup. Pengairan di sesuaikan kondisi kelembaban
tanah kering/basah. Kelerengan yang dikehendaki tanaman pisang berkisar antara
15 - 25%. Kelerengan di atas 25% juga dapat dimanfaatkan asalkan di buat
terasering untuk memudahkan pemeliharaan dan menghindari erosi tanah (Supriyadi, dkk, 1993).
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penentuan jarak tanam yakni singkat kesuburan tanah, jenis, atau
klon tanaman dan tingkat kemiringan lahan. Pada tanah yang subur, jarak tanam
biasanya lebih besar jika di bandingkan pada tanah yang kurang subur. Jenis
atau klon tanaman yang berkanopi lebar di tanam dengan jarak yang lebih besar
di bandingkan dengan berkanopi kecil. Sedangkan pada tanah dengan topografi
berbukit miring, biasanya jarak tanaman lebih besar karena harus mengikuti arah
garis kontour. Pada pisang jenis mangundinao kita menggunakan jarak tanam 5 x 5
m ( P x L ) dan dalam kurun waktu empat bulan setelah tanam akan tumbuh 2 - 3
anakan (Rismunandar, 1989).
Penentuan waktu tanam
berkaitan erat dengan kesediaan air di lokasi yang bersangkutan. Saat waktu
tanam pisang yang baik adalah beberapa hari menjelang musim hujan tiba, yaitu
pada pagi hari jam 07.00 - 10.30 dan sore hari jam 14.30 - 17.00. Mengacu pada
usaha konservasi lahan terdapat 2 pola tanam yaitu untuk lahan dataran tinggi
ditanam dengan pola monokultur, dan untuk dataran rendah dengan pola tumpang
sari. Penanaman dengan pola monokultur untuk dataran rendah yakni penanaman
satu jenis tanaman. Kelemahan monokultur yakni memberi peluang beradanya hama
dan penyakit yang tidak pernah putus dan juga terjadinya ledakan hama karena
persediaan makan tercukupi. Penanaman tumpang sari dengan cara penanaman
tanaman pokok (pisang) dan diantara tanaman pokok juga ditanam satu jenis
tanaman lain misalnya kedele, tanaman sela di tanam saat penanam tanaman pokok
dan umur tanaman sela harus lebih pendek dari tanaman pokok (Rismunandar, 1989).
Sesuai dengan kemajuan
teknologi, budidaya tanaman pisang mengalami kemajuan. Budidaya tanaman pisang
diharapkan untuk mendapatkan hasil yang optimum dan buah pisang yang bermutu
tinggi. Hal ini didukung oleh iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman
pisang. Walaupun demikian tidak semua wilayah merupakan sentra produksi tanaman
pisang (Munadjim, 1984)..
Disisi lain budidaya tanaman
pisang yang dilakukan oleh masyarakat menjadi penentu sentra produksi tanaman
pisang. Produksi tanaman pisang di Indonesia pada tahun 1989 mencapai 2.457.760
ton. Indonesia merupakan penghasil buah pisang terbesar di Asia dengan
menguasai produksi sebesar 50 persen dan setiap tahun terus meningkat (Munadjim, 1984).
Tanaman pisang dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan manusia. Selain buahnya, bagian tanaman yang lainpun
dapat dimanfaatkan mulai dari bonggol sampai daun. Bagian tanaman pisang yang
dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak adalah umbi, batang, jantung
pisang dan daun pisang. Pemanfaatannya dapat langsung diberikan kepada ternak,
dapat juga dibuat dalam bentuk tepung terlebih dahulu. Cara pembuatan tepung
daun pisang mula-mula daun segar dipotong dari pohonnya dan dipisahkan dari
pelepahnya. Kemudian daun pisang dikeringkan dengan sinar matahari selama empat
sampai tujuh hari dan akhirnya digiling (Trisaksono, 1994).
Menurut
Trisaksono (1994) untuk
memperbaiki nilai gizi tepung daun pisang maka dalam pakan ternak perlu
ditambahkan bahan pakan lain sebagai campuran, seperti tepung ikan dan bekatul.
Daun pisang mempunyai kandungan karbohidrat dan energi yang relatif tinggi di
antara bahan pakan yang lain.
Kelemahan daun pisang
sebagai alternatif bahan pakan unggas adalah adanya faktor pembatas yaitu
kandungan tannin. Ada dua golongan tannin di dalam daun pisang yaitu tannin
yang bebas yang dapat menyebabkan rasa pahit dan tannin tidak bebas yang
sedikit pengaruhnya terhadap palatabilitas. Tannin merupakan polimer fenol yang
dapat menurunkan palatabilitas, menghambat kerja enzim dan mempunyai kemampuan
untuk mengikat protein. Pada unggas, tannin menyebabkan kejadian penurunan
konsumsi. Selain itu juga mengurangi daya cerna protein karena menghambat
aktivitas enzim proteolitik khususnya tripsin. Tannin juga menyebabkan retensi
nitrogen tertekan dan mengakibatkan penurunan daya cerna asam amino. Daun
pisang dapat digunakan sebagai bahan pakan ayam dan mempunyai pengaruh yang
baik terhadap pertumbuhan ayam petelur (Santoso, 1987).
Selanjutnya dilaporkan juga
bahwa aras pemberian tepung daun pisang sebesar 9 persen dalam pakan sebagai
pengganti daun lamtoro tidak banyak mempengaruhi konsumsi, konversi dan
efisiensi pakan ayam broiler. Berdasarkan analisis ekonomi, pemberian tepung
daun pisang ternyata lebih ekonomis dari pada daun lamtoro. Daun pisang dapat digunakan
untuk makanan sapi dan kerbau pada waktu musim kemarau apabila kekurangan
rumput (Rismunandar, 1989).
Penelitian Trisaksono (1994)
menunjukkan bahwa pemberian tepung daun pisang yang ditambahkan enzim sellulase
menunjukkan semakin meningkat aras pemberian tepung daun pisang memberi efek
terhadap peningkatan konsumsi pakan yang maksimum pada aras pemberian 10
persen, tetapi memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konversi pakan.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pemberian tepung daun pisang yang paling baik
digunakan sebagai bahan campuran dalam pakan adalah aras 20 persen karena dari
hasil analisis varian memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konversi
pakan.
No comments:
Post a Comment