A.
Tehnik Menulis Puisi
Puisi adalah ungkapan perasaan atau
pikiran penyairnya yang dirangkai menjadi suatu bentuk tulisan yang mengandung
makna. Pembuat puisi atau penyair tidak sembarangan dalam membuat karyanya
tersebut. Puisi yang dibuat oleh para penyair biasanya terkesan indah. Namun
mereka juga membuat puisi dengan gaya bahasa yang susah dimengerti. Walaupun
susah dipahami tapi ada arti puisi yang tersimpan didalamnya.
Dalam menulis puisi
hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
a.
Memilih tema
Tema
perlu ditentukan dalam menulis puisi. Puisi yang akan ditulis dapat berupa tema
agama, budaya, social, kemanusiaan, dan lain-lain.
b.
Memilih diksi
Diksi
adalah pilihan kata. Dalam penulisan puisi, pemilihan diksi sangat menentukan
kebermaknaan suatu puisi. Pilihan diksi yang tepat akan memberikan warna
tersendiri pada hasil tulisan puisi tersebut.
c.
Pemilihan Rima
Rima
merupakan pengulangan bunyi yang berselang, baik diawal larik sajak atau diakhir sajak yang berdekatan. Dengan
pemilihan rima yang tepat, tentunya akan memberikan karakter dan daya tarik
tersendiri ketika menikmati puisi tersebut.
d.
Pemilihan Gaya Bahasa
Penyair
perlu menentukan gaya bahasa yang tepat ketika ingin mengayunkan pena ke dalam
kertas-kertasnya. Gaya bahasa tentu sangat berpengaruh terhadap hasil cipta
puisi seorang penyair. Dengan gaya bahasa yang tepat berarti karakter yang kuat
dan menarik pun dapat terwujud.
e.
Penulisan
Penulisan,
merupakan proses yg paling genting dan rumit. Penulisan ini mengerahkan energi
kreatifitas (kemampuan daya cipta), intuisi, dan imajinasi (peka rasa dan
cerdas membayangkan), serta pengalaman dan pengetahuan. Untuk itulah, tahap
penulisan hendaknya mencari dan menemukan kata ataupun kalimat yg tepat,
singkat, padat, indah, dan mengesankan. Hasilnya kata-kata tersebut menjadi
bermakna, terbentuk, tersusun, dan terbaca sebagai puisi.
f.
Perbaikan atau Revisi
PERBAIKAN
atau REVISI, yaitu pembacaan ulang terhadap puisi yg telah diciptakan.
Ketelitian dan kejelian untuk mengoreksi rangkaian kata, kalimat, baris, bait,
sangat dibutuhkan. Kemudian, mengubah, mengganti, atau menyusun kembali setiap
kata atau kalimat yg tidak atau kurang tepat. Oleh karena itu, proses revisi
atau perbaikan ini terkadang memakan waktu yg cukup lama hingga puisi tersebut
telah dianggap ''menjadi'' tidak lagi dapat diubah atau diperbaiki lagi oleh
penulisnya.
Puisi dapat ditulis berdasarkan catatan
harian. Ikutilah langkah berikut ini jika Anda akan menulis puisi berdasar
catatan harian:
1. Baca dan renungkan isi catatan harian yang Anda miliki!
2. Coretlah kata-kata yang tidak penting dan tambahkan katakata yang menurut Anda menarik untuk disertakan!
3. Hapuslah baris-baris yang tidak penting!
4. Atur dan urutkan kembali baris-baris yang sudah Anda pilih!
5. Bacalah kembali hasil akhir baris-baris itu!
6. Suntinglah kembali baris-baris itu sehingga menjadi barisbaris puisi yang menarik!
Puisi juga dapat ditulis berdasarkan hasil perenungan. Langkah langkah menulis puisi dari hasil perenungan adalah:
1. Duduklah di bawah pohon atau di tempat lain yang menyenangkan bagi Anda!
2. Pejamkan mata Anda dan pikirkanlah tentang hal yang menyenangkan, misalnya berlibur ke daerah pegunungan!
3. Hiruplah sejuknya udara dingin pegunungan!
4. Dengarkan suara burung yang berkicauan di dahan pohon!
5. Rasakan bahwa Anda sedang berada di tempat itu dan rasakan kenyamanannya!
6. Renungkanlah apa yang Anda rasakan! Renungkanlah bahwa semua keindahan itu merupakan karunia Tuhan!
7. Resapkanlah dalam hatimu yang telah Anda rasakan dan buka mata Anda perlahan!
8. Ungkapkanlah apa yang telah Anda rasakan, Anda lihat, Anda sanjung dalam renungan Anda dalam bentuk puisi!
1. Baca dan renungkan isi catatan harian yang Anda miliki!
2. Coretlah kata-kata yang tidak penting dan tambahkan katakata yang menurut Anda menarik untuk disertakan!
3. Hapuslah baris-baris yang tidak penting!
4. Atur dan urutkan kembali baris-baris yang sudah Anda pilih!
5. Bacalah kembali hasil akhir baris-baris itu!
6. Suntinglah kembali baris-baris itu sehingga menjadi barisbaris puisi yang menarik!
Puisi juga dapat ditulis berdasarkan hasil perenungan. Langkah langkah menulis puisi dari hasil perenungan adalah:
1. Duduklah di bawah pohon atau di tempat lain yang menyenangkan bagi Anda!
2. Pejamkan mata Anda dan pikirkanlah tentang hal yang menyenangkan, misalnya berlibur ke daerah pegunungan!
3. Hiruplah sejuknya udara dingin pegunungan!
4. Dengarkan suara burung yang berkicauan di dahan pohon!
5. Rasakan bahwa Anda sedang berada di tempat itu dan rasakan kenyamanannya!
6. Renungkanlah apa yang Anda rasakan! Renungkanlah bahwa semua keindahan itu merupakan karunia Tuhan!
7. Resapkanlah dalam hatimu yang telah Anda rasakan dan buka mata Anda perlahan!
8. Ungkapkanlah apa yang telah Anda rasakan, Anda lihat, Anda sanjung dalam renungan Anda dalam bentuk puisi!
Adapun beberapa
tehnik penulisan puisi sebagai berikut :
1.
Polisindeton: termasuk dalam gaya
bahasa retoris, yaitu beberapa kata, frasa, klausa berurutan dihubungkan satu
sama lain oleh konjungsi. Secara sekilas, mirip dengan repetisi jika kebetulan
konjungsi yg digunakan sama. Lihat contoh berikut.
Jembatan telah mengantar orang bukit
Menuju pasar menuju sawah menuju
Sekolah menuju jawaban yang ditanyakan
Seperti halnya air dan pasir yang mengalir
Dari hulu ke hilir melewati kota melewati
Nama-nama desa melewati seribu
Penyeberangan melewati ingatan
Menuju muara
Menuju pasar menuju sawah menuju
Sekolah menuju jawaban yang ditanyakan
Seperti halnya air dan pasir yang mengalir
Dari hulu ke hilir melewati kota melewati
Nama-nama desa melewati seribu
Penyeberangan melewati ingatan
Menuju muara
2. Impresi:
sesuai dengan namanya, impresi menekankan pada efek kesan, atau pengaruh yang
dalam terhadap pikiran dan perasaan. Kesan atas efek yg diciptakan ini dipengaruhi
oleh kerja indera. Selanjutnya, pikiran dan perasaan (pembaca) mengolahnya
sesuai dengan konteks yang dimaksudkan. Sebagai contoh, indera visual: penyair
menggambarkan imaji penglihatan atas benda atau peristiwa yang dilihatnya.
Deskripsi atau narasi yang ditulisnya dibentuk sedemikian rupa (biasanya dengan
bahasa sederhana-lugas), dan sekaligus diniatkan untuk mencapai maksud dan
makna lain (tersirat). Lihat contoh puisi Sapardi Djoko Damono (Seekor Ulat)
berikut.
Seekor ulat akhirnya mencapai sekuntum bunga lalu
berhenti di sana. Ia telah memakan beberapa lembar daun
muda di ranting itu, dan kini ia berada di atas sekuntum
bunga: ia pun diam…
berhenti di sana. Ia telah memakan beberapa lembar daun
muda di ranting itu, dan kini ia berada di atas sekuntum
bunga: ia pun diam…
Kata kunci bait pertama puisi tersebut (untuk
menikmati/atau bahkan untuk memaknainya) adalah: sekuntum bunga; memakan
beberapa lembar daun; ia pun diam. Sajak-sajak Sapardi sarat dengan teknik ini.
Salah satu yang sangat saya sukai adalah “Berjalan ke Barat di Pagi Hari” dan
“Peristiwa Pagi Tadi”.
3.
Alusi: majas perbandingan yang
merunjuk secara tidak langsung seorang tokoh
atau peristiwa; kilatan. Tokoh atau peristiwa yang diacu diambil secara
parsial, atau bahkan secara sekilas. Baiklah, untuk memahaminya, saya tunjukkan
contoh puisi yang sangat terkenal, “Dongeng Sebelum Tidur”, karya Goenawan
Mohamad. Agar pembaca bisa menikmatinya, maka sebelumnya pembaca harus faham
seluk beluk kisah Anglingdarma. Tanpa memahami kisah tersebut, puisi menjadi
sebuah karya yang setengah gagal dinikmati, atau bahkan gagal sama sekali.
Puisi lain yang serupa, misalnya “Malam Tamansari”, karya Suminto A. Sayuti,
“Celana Ibu”, karya Joko Pinurbo, dll.
Dongeng Sebelum Tidur
“Cicak itu, cintaku, bercerita tentang kita.
Yaitu nonsens.”
Yaitu nonsens.”
Itulah yang dikatakan baginda kepada permaisurinya,
pada malam
itu. Nafsu di ranjang telah jadi teduh dan senyap merayap antara sendi
dan sprei.
itu. Nafsu di ranjang telah jadi teduh dan senyap merayap antara sendi
dan sprei.
“Mengapa tak percaya? Mimpi akan meyakinkan seperti
matahari
pagi.”
pagi.”
Perempuan itu terisak, ketika Anglingdarma
menutupkan kembali kain
ke dadanya dengan nafas yang dingin, meskipun ia mengecup
rambutnya.
ke dadanya dengan nafas yang dingin, meskipun ia mengecup
rambutnya.
Esok harinya permaisuri membunuh diri dalam api.
Dan baginda pun mendapatkan akal bagaimana ia harus
melarikan
diri – dengan pertolongan dewa-dewa entah dari mana – untuk tidak
setia.
diri – dengan pertolongan dewa-dewa entah dari mana – untuk tidak
setia.
“Batik Madrim, Batik Madrim, mengapa harus,
patihku? Mengapa
harus seorang mencintai kesetiaan lebih dari kehidupan dan sebagainya
dan sebagainya?”
harus seorang mencintai kesetiaan lebih dari kehidupan dan sebagainya
dan sebagainya?”
1971
4.
Dramatis: teknik penulisan puisi yang
di dalamnya diciptakan sebuah cerita yang melibatkan konflik atau emosi. Dalam
teknik ini elemen yang ada antara lain: tokoh, cerita/alur, konflik, dialog.
Opening dan ending sangat berpengaruh terhadap efek yang diinginkan.
Sifat-sifat teknik dramatis ini adalah mengesankan, meneror, mengejutkan, dan
membuat penasaran (suspensif). Bacalah opening puisi “Zagreb” karya Goenawan
Mohamad berikut, yang meneror dan menegangkan.
Ibu itu datang, membawa sebuah bungkusan, datang
jauh dari Zagreb.
Ibu itu datang, membawa sebuah bungkusan, berisi sepotong kepala,
dan berkata kepada petugas imigrasi yang memeriksanya: “Ini anakku.”
Ibu itu datang, membawa sebuah bungkusan, berisi sepotong kepala,
dan berkata kepada petugas imigrasi yang memeriksanya: “Ini anakku.”
Untuk ending, mari kita baca puisi “Dengan Kata
Lain”, karya Joko Pinurbo berikut ini.
Dengan Kata Lain
Tiba di stasiun kereta, aku langsung cari ojek.
Entah nasib baik, entah nasib buruk, aku mendapat
tukang ojek yang, astaga, guru Sejarah-ku dulu.
Entah nasib baik, entah nasib buruk, aku mendapat
tukang ojek yang, astaga, guru Sejarah-ku dulu.
“Wah, juragan dari Jakarta pulang kampung.”
beliau menyapa. Aku jadi malu dan salah tingkah.
“Bapak tidak berkeberatan mengantar saya ke rumah?”
beliau menyapa. Aku jadi malu dan salah tingkah.
“Bapak tidak berkeberatan mengantar saya ke rumah?”
Nyaman sekali rasanya diantar pulang Pak Guru
sampai tak terasa ojek sudah berhenti di depan rumah.
Ah, aku ingin kasih bayaran yang mengejutkan.
Dasar sial. Belum sempat kubuka dompet, beliau
sudah lebih dulu permisi lantas melesat begitu saja.
sampai tak terasa ojek sudah berhenti di depan rumah.
Ah, aku ingin kasih bayaran yang mengejutkan.
Dasar sial. Belum sempat kubuka dompet, beliau
sudah lebih dulu permisi lantas melesat begitu saja.
Di teras rumah Ayah sedang tekun membaca koran.
Koran tampak capek dibaca Ayah sampai huruf-hurufnya
berguguran ke lantai, berhamburan ke halaman.
Koran tampak capek dibaca Ayah sampai huruf-hurufnya
berguguran ke lantai, berhamburan ke halaman.
Tak ada angin tak ada hujan, Ayah tiba-tiba
bangkit berdiri dan berseru padaku: “Dengan kata lain,
kamu tak akan pernah bisa membayar gurumu.”
bangkit berdiri dan berseru padaku: “Dengan kata lain,
kamu tak akan pernah bisa membayar gurumu.”
(2004)
5.
Anadiplosis: repetisi dengan mengulang
kata atau frasa terakhir suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa
pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Dua bait pertama puisi “Puake”
karya Sutardji Calzoum Bachri di bawah adalah contohnya.
puan jadi celah
celah jadi sungai
sungai jadi muare
muare jadi perahu
celah jadi sungai
sungai jadi muare
muare jadi perahu
perahu jadi buaye
buaye jadi puake
puake jadi pukau
pukau jadi mau
buaye jadi puake
puake jadi pukau
pukau jadi mau
6.
Paradoks: gaya bahasa yang mengandung
pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta. Teknik ini banyak dipakai oleh
penyair yang “berpihak”, yaitu pada kemanusiaan (menunjukkan sikap terhadap
kehidupan). Sifatnya yang mempertentangkan ini bermaksud sebagai penegasan atas
keadaan. Cuplikan dua bait terakhir puisi berjudul “Puisi” karya Dodong
Djiwapradja berikut adalah contohnya.
puisi adalah manisan
yang terbuat dari butir-butir kepahitan
yang terbuat dari butir-butir kepahitan
puisi adalah gedung yang megah
yang terbuat dari butir hati yang gelisah
yang terbuat dari butir hati yang gelisah
Pilihan kata “manisan” dan “kepahitan” dijadikan
satu dalam adonan “puisi”, begitu pula “megah” dan “gelisah”. Hal-hal yang
kontradiktif disejajarkan untuk mencapai efek memperjelas; mengejutkan. Simak
pula cuplikan “Nyanyian Angsa” karya WS. Rendra berikut. Watak manusia (suci)
digambarkan penyair secara paradoksal untuk menekankan keadaan yang tak
manusiawi sebagaimana seharusnya.
Jam satu siang.
Matahari masih di puncak.
Maria Zaitun berjalan tanpa sepatu.
Dan aspal yang jelek mutunya
lumer di bawah kakinya.
Ia berjalan menuju gereja.
Pintu gereja telah dikunci.
Karena kawatir akan pencuri.
Ia menuju pastori dan menekan bel pintu.
Koster keluar dan berkata:
“Kamu mau apa?
Pastor sedang makan siang.
Dan ini bukan jam bicara.”
“Maaf. Saya sakit. Ini perlu.”
Koster meneliti tubuhnya yang kotor dan berbau.
Lalu berkata:
“Asal tinggal di luar, kamu boleh tunggu.
Aku lihat apa pastor mau terima kamu.”
Lalu koster pergi menutup pintu.
Ia menunggu sambil blingsatan kepanasan.
Ada satu jam baru pastor datang kepadanya.
Setelah mengorek sisa makanan dari giginya
Ia nyalakan cerutu, lalu berkata:
“Kamu perlu apa?”
Bau anggur dari mulutnya.
Selopnya dari kulit buaya.
…
Matahari masih di puncak.
Maria Zaitun berjalan tanpa sepatu.
Dan aspal yang jelek mutunya
lumer di bawah kakinya.
Ia berjalan menuju gereja.
Pintu gereja telah dikunci.
Karena kawatir akan pencuri.
Ia menuju pastori dan menekan bel pintu.
Koster keluar dan berkata:
“Kamu mau apa?
Pastor sedang makan siang.
Dan ini bukan jam bicara.”
“Maaf. Saya sakit. Ini perlu.”
Koster meneliti tubuhnya yang kotor dan berbau.
Lalu berkata:
“Asal tinggal di luar, kamu boleh tunggu.
Aku lihat apa pastor mau terima kamu.”
Lalu koster pergi menutup pintu.
Ia menunggu sambil blingsatan kepanasan.
Ada satu jam baru pastor datang kepadanya.
Setelah mengorek sisa makanan dari giginya
Ia nyalakan cerutu, lalu berkata:
“Kamu perlu apa?”
Bau anggur dari mulutnya.
Selopnya dari kulit buaya.
…
7.
Analogi
(filosofi): teknik ini menganalogikan hal-hal atau peristiwa puitik dengan
hal-hal atau peristiwa yang lebih mudah dipamahi. Tujuannya untuk memudahkan
pemahaman. Disebut juga filosofi karena biasanya mengandung nilai-nilai
filsafat. Dua cara teknik ini adalah dengan pengandaian dan mempertanyakan
hakikat.
Kita diam. Siapa pun yang bersemayam
Di petilasan ini, mengingatkan betapa
Nama cukup dikenang dalam sebuah nisan
Betapa hidup membentangkan berjuta
Cara pandang tentang hidup dan kematian
Di petilasan ini, mengingatkan betapa
Nama cukup dikenang dalam sebuah nisan
Betapa hidup membentangkan berjuta
Cara pandang tentang hidup dan kematian
Kata kunci cuplikan puisi tersebut adalah: betapa/
Nama cukup dikenang dalam sebuah nisan/. Contoh puisi lain adalah cuplikan
“Sajak Seorang Tua untuk Istrinya”, karya W.S. Rendra di bawah ini.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup,
bekerja membalik tanah,
memasuki rahasia langit dan samodra
…
Hidup adalah untuk mengolah hidup,
bekerja membalik tanah,
memasuki rahasia langit dan samodra
…
Apabila ingin menyimak lebih lanjut sajak-sajak
dengan teknik ini, Anda bisa membaca karya-karya Iman Budhi Santosa. Di dalam
sajak-sajaknya sarat akan teknik ini. Berikut adalah salah satu contoh sajak
utuhnya, “Di Depan Jam Mati Jalan Malioboro Pagi Hari”.
Sekali lagi ia berhenti. Lelah berputar
memakan angka-angka tanpa merasa lapar.
Sekali lagi ia mengunci, detik tak berbalik
waktu tak beranjak maju
memakan angka-angka tanpa merasa lapar.
Sekali lagi ia mengunci, detik tak berbalik
waktu tak beranjak maju
“Masihkah perlu?” ia bertanya pada tugu
ketika burung gereja menebar kotorannya
pada kaca, seperti kecewa (ingin memaki,
tapi tak bisa). “Masihkah harus aku menjaga
waktu yang terus dilanggar siapa saja?”
Sekali lagi tak ada jawaban. Kota tak mendengar
telinga penuh suara pasar
kaki lima bicara sendiri
jalanan tak ambil peduli
ketika burung gereja menebar kotorannya
pada kaca, seperti kecewa (ingin memaki,
tapi tak bisa). “Masihkah harus aku menjaga
waktu yang terus dilanggar siapa saja?”
Sekali lagi tak ada jawaban. Kota tak mendengar
telinga penuh suara pasar
kaki lima bicara sendiri
jalanan tak ambil peduli
Dengan tatapan kosong, padaku
ia mengangguk santun, seperti mengajak
berpantun: -kota mati, jam mati
kota tua, kota kaki lima
kita bernyanyi sampai pagi
biar kiri-kanan menutup mata
jangan puisi dibuang
jika tak ada yang membaca
ia mengangguk santun, seperti mengajak
berpantun: -kota mati, jam mati
kota tua, kota kaki lima
kita bernyanyi sampai pagi
biar kiri-kanan menutup mata
jangan puisi dibuang
jika tak ada yang membaca
2002
8.
Membandingkan secara langsung sebuah peristiwa (aktual)
dengan peristiwa masa lalu (yang dikenal publik). Peristiwa pokok adalah
peristiwa aktual, diletakkan di depan peristiwa acuan(seperti foregrounding).
Secara sekilas, teknik ini hampir mirip dengan alusi, tapi berbeda. Saya tidak
tahu nama teknik ini. Barangkali ada di antara kawan-kawan ada yang
mengetahuinya? Mohon share. Sebagai contoh, berikut ini cuplikan puisi F.
Rahardi berjudul “Bulan Oktober di Sebuah Desa di Timor Timur” untuk
memahaminya.
…
di sebuah kuburan
gundukan tanah yang masih baru
sebuah salib kayu sederhana
taburan mawar dan pacar cina
ibu itu berdoa
kepalanya menunduk
tangannya mendekap dada
dibawah gundukan tanah ini
anak laki-lakinya
yang masih sangat muda
telah berdarah dan terbujur kaku
luka-luka
tapi ibu itu tak lagi menangis
tak ada yang perlu disesalkan
tak ada yang mesti diratapi
ibu itu menyeka keringat
dengan ujung selendangnya
di sebuah kuburan
gundukan tanah yang masih baru
sebuah salib kayu sederhana
taburan mawar dan pacar cina
ibu itu berdoa
kepalanya menunduk
tangannya mendekap dada
dibawah gundukan tanah ini
anak laki-lakinya
yang masih sangat muda
telah berdarah dan terbujur kaku
luka-luka
tapi ibu itu tak lagi menangis
tak ada yang perlu disesalkan
tak ada yang mesti diratapi
ibu itu menyeka keringat
dengan ujung selendangnya
dulu, 2000 tahun yang lalu
Maria, ibu Jesus
pasti jauh lebih berduka
pasti jauh lebih terhina
dari pada dirinya
ketika menyaksikan
anak laki satu-satunya
luka-luka
berdarah
lalu terbujur kaku
di pangkuannya
Maria, ibu Jesus
pasti jauh lebih berduka
pasti jauh lebih terhina
dari pada dirinya
ketika menyaksikan
anak laki satu-satunya
luka-luka
berdarah
lalu terbujur kaku
di pangkuannya
9.
Aliterasi: termasuk gaya bahasa, yaitu
perulangan konsonan yang sama. Salah satu cara teknik ini adalah dengan
menggabungkan bunyi suku kata yang sama dari dua kata atau lebih dalam satu
baris atau bait. Misalnya: 1) gudang-gudang gedung berwarna gading; 2) rumah
merah yang murah. Di contoh pertama bunyi gd diulang empat kali dalam satu
larik, sedangkan contoh kedua, bunyi rmh diulang tiga kali. Cuplikan puisi
“Petir”, karya Aan M. Mansyur berikut, marilah kita simak.
Apakah kau dengar petir
Dari balik bilik
Dadaku bergetar getir?
…
Dari balik bilik
Dadaku bergetar getir?
…
10. Asonansi:
gaya bahasa dengan mengulang bunyi vokal yang sama. Di dalam pelajaran bahasa
Indonesia di sekolah, dikenal sebagai rima (guru
lagu). Letaknya tidak mesti di akhir baris sajak. Salah satu daya nikmat
membaca puisi adalah dengan adanya asonansi ini (simak lirik lagu-lagu rap,
mantra, puisi-puisi lama). Contohnya adalah puisi “Magetan” di bawah berikut.
Pagi berkabut
Hatiku terpaut
Hatiku terpaut
Pedagang sayur turun dari Lawu
Matanya masih sayu
Matanya masih sayu
Jalan menanjak, telaga Sarangan kutuju
Di sini aku keluar dari sarang rindu
Di sini aku keluar dari sarang rindu
Dari timur, cahaya matahari membentur
Dinding gunung. Aku melaju ke barat
Ke ujung
Dinding gunung. Aku melaju ke barat
Ke ujung
Di sana, kita ketemu di telaga puisi
Kita berenang dan menyelam
Dalam kalimat sunyi
Kita berenang dan menyelam
Dalam kalimat sunyi
2009
B.
Tehnik Membaca Puisi
Membaca
puisi berarti menikmati melalui penghayatan, dengan membaca pikiran kita akan
bergerak untuk menelusuri imajinasi penyair, memerikan kebebasan bagi kita
untuk menfasirkan puisi itu sendiri. Tehnik membaca puisi menyangkut berbagai
hal agar tampilannya lebih menarik, indah, komunikatif dan segar. Tehnik-tehnik
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Vocal
a. Artikulasi
Pengucapan
kata yang utuh dan jelas, bahkan di setiap hurufnya.
·
Timbre yaitu warna bunyi suara
(bawaan) yang dimilikinya.
·
Irama puisi artinya panjang pendek,
keras lembut, tinggi rendahnya suara.
·
Intonasi atau lagu suara.
b. Diksi
Pengucapan
kata demi kata dengan tekanan yang bervariasi dan rasa.
c. Tempo
Cepat
lambatnya pengucapan (suara). Kita harus pandai mengatur dan menyesuaikan
dengan kekuatan nafas. Di mana harus ada jeda, di mana kita harus menyambung
atau mencuri nafas.
d. Dinamika
Lemah
kerasnya suara (setidaknya harus sampai pada penonton, terutama pada saat lomba
membaca puisi). Kita ciptakan suatu dinamika yang prima dengan mengatur rima
dan irama, naik turunnya volume dan keras lembutnya diksi, dan yang penting
menjaga harmoni di saat naik turunnya nada suara.
e. Modulasi
Mengubah
(perubahan) suara dalam membaca puisi.
f.
Intonasi
Tekanan
dan laju kalimat.Dalam sebuah puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain
sebagai berikut :
1.
Tekanan dinamik yaitu tekanan pada
kata- kata yang dianggap penting.
2.
Tekanan nada yaitu tekanan tinggi
rendahnya suara. Misalnya suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjud,
dan sebagainya. Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa
dan sebagainya.
3.
Tekanan tempo yaitu cepat lambat
pengucapan suku kata atau kata.
g. Jeda
Pemenggalan
sebuah kalimat dalam puisi.
2.
Penampilan
Salah satu factor keberhasilan
seseorang membaca puisi adalah kepribadian atau performance diatas pentas.
Usahakan terkesan tenang, tak gelisah, tak gugup, berwibawa dan meyakinkan
(tidak demam panggung).
a. Gerak
Gerakan
seseorang membaca puisi harus dapat mendukung isi dari puisi yang dibaca. Gerak
tubuh atau tangan jangan sampai klise.
b. Komunikasi
Pada
saat kita membaca puisi harus bias memberikan sentuhan, bahkan menggetarkan
perasaan dan jiwa penonton.
c. Ekspresi
Tampakkan
hasil pemahaman, penghayatan dan segala aspek di atas dengan ekspresi yang pas
dan wajar.
d. Konsentrasi
Pemusatan
pikiran terhadap isi puisi yang akan kita baca.
3.
pernapasan
Latihan bernafas
panjang, pendek, datar, terengah-engah sangat di butuhkan dalam pembacaan
puisi. Latihan semacam itu harus dilatih dengan menyeimbangkan pernapasan dada
dan perut, agar pembaca puisi tidak tersendak-sendak. Biasanya, dalam membaca puisi yang
digunakan adalah pernapasan perut.
sumber :
- See more at: http://ideterbaik.blogspot.com/2013/02/defini-pengertian-arti-puisi.html#sthash.MUmqSJ9W.dpuf
Buku Bahasa dan sastra Indonesia
untuk SMA/MA kls XII (program IPA/IPS)
No comments:
Post a Comment