C. Aspek Kehidupan Politik
Untuk
mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno menjalin kerjasama dengan
kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya, Siam danIndia. Selain
itu, Mataram Kuno juga menggunakan sistem perkawinan politik. Misalnya pada
masa pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan kembali Wangsa
Syailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama
Pramodyawardhani(Wangsa Syailendra) dinikahkan dengan Rakai Pikatan (Wangsa
Sanjaya).
Wangsa Sanjaya
merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno, sedangkan Wangsa Syailendra
muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8 M. Dengan adanya perkawinan
politik ini, maka jalinan kerukunan beragama antara Hindu (Wangsa Sanjaya) dan
Buddha (Wangsa Syailendra) semakin erat.
D. Aspek Kehidupan Sosial
Kerajaan Mataram
Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu dan agama
Buddha, masyarakatnya tetap hdup rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu
dibuktikan ketika mereka bergotong royong dalam membangun Candi Borobudur.
Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak ada kepentingan dalam membangun Candi
Borobudur, tetapi karena sikap toleransi dan gotong royong yang telah mendarah
daging turut juga dalam pembangunan tersebut.
Keteraturan
kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga dibuktikan adanya kepatuhan
hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk desa ternyata
juga di hormati dan dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu bisa
berlangsung karena adanya hubungan erat antara rakyat dan kalangan
istana.
E. Aspek Kehidupan Ekonomi
Pusat kerajaan
Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang,
Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga rakyat
menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak
kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil
pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah
dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Usaha perdagangan
juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa. Raja telah
memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar
kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran
arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai
imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari
pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut
dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat
Mataram Kuno.
F. Aspek Kehidupan Kebudayaan Hindu-Buddha
Semangat
kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan
dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi.
Prasasti peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun
732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu). Selain
itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula,
candi Prambanan, candi Sambisari, cadi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain candi
Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi Kalasan,
candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut. Mereka juga telah
mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain tiu,
masyarakat kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair.
No comments:
Post a Comment