A. Biografi Ibnu Haitham/AL HAZEN
Alhazen, yang polymath Islam yang
besar. Alhazen lahir di Basra , di Irak provinsi Buyid Kekaisaran Persia . Dia mungkin meninggal di Kairo , Mesir. Selama Islam Golden Age ,
Basra adalah kunci awal “pembelajaran”, dan dia dididik di sana dan di Baghdad ,
ibukota kekhalifahan Abbasiyah , dan fokus dari titik tinggi “peradaban Islam”. Selama
waktunya di Buyid Iran, ia bekerja
sebagai pegawai negeri dan
banyak membaca teologis dan ilmiah buku.
Satu account dari karirnya telah dia dipanggil ke Mesir oleh Al-Hakim bi-Amr Allah , penguasa kekhalifahan Fatimiyah , untuk mengatur banjir sungai Nil , tugas yang membutuhkan upaya awal untuk membangun sebuah bendungan di lokasi kini Aswan bendungan . Setelah itu kerja lapangan membuatnya menyadari ketidakpraktisannya skema ini, dan khalifah takut kemarahan, ia pura-pura gila . Dia disimpan di bawah tahanan rumahdari 1011 sampai kematian-Hakim al di 1021. Selama masa ini, ia menulis yang berpengaruh Kitab Optik .
Meskipun ada cerita tinggi bahwa Ibn
al-Haitham melarikan diri ke Suriah, berkelana ke Baghdad kemudian dalam
hidupnya, atau bahkan di Basra ketika ia berpura-pura gila, bisa dipastikan
bahwa ia di Mesir oleh 1038 paling lambat. [10 ] Selama di Kairo, ia menjadi
terkait dengan Al-Azhar University , serta kota “House of Wisdom”, yang dikenal sebagai Dar
Al-Hekma ( House of Knowledge ), yang perpustakaan “pertama di penting” untuk Baghdad Rumah Kebijaksanaan . Setelah rumahnya penangkapan berakhir, ia menulis
sejumlah risalah lain di fisika , astronomi dan matematika . Dia
kemudian pergi keIslam Spanyol . Selama
periode ini, ia punya waktu yang cukup untuk pencarian ilmiah, yang termasuk
optik, matematika, fisika, kedokteran , dan
pengembangan metode ilmiah; ia meninggalkan beberapa buku yang beredar pada
mata pelajaran ini.
Di antara
murid-muridnya yang kita ketahui hanya dua dari mereka, Sorkhab ( Sohrab ), nya Persia siswa
yang salah satu orang terbesar Iran ‘s Semnandan muridnya
selama lebih dari 3 tahun, dan Abu al-Wafa bin Mubashir Fatekyang
terkenal Mesir ilmuwan
yang belajar matematika dari dia.
WARISAN IBN AL- HAYTHEM
Ibn
al-Haythem membuat perbaikan yang signifikan dalam optik, ilmu fisika, dan
metode ilmiah yang mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan selama lebih dari
lima ratus tahun setelah kematiannya. karya Ibn al-Haytham tentang optik
adalah dikreditkan dengan kontribusi penekanan baru pada percobaan. Pengaruhnya
pada ilmu fisika secara
umum, dan optik khususnya, telah dijunjung tinggi dan, pada kenyataannya,
mengantar di era baru dalam penelitian optik, baik dalam teori dan
praktek. Metode ilmiah dianggap begitu mendasar untuk ilmu pengetahuan modern bahwa beberapa-terutama filsuf ilmu pengetahuan dan berlatih ilmuwan-menganggap pertanyaan sebelumnya ke alam
menjadi pra-ilmiah.
Richard Powers dinominasikan-Haytham’s
metode ilmiah al Ibnu dan skeptisisme ilmiah sebagai berpengaruh ide sebagian besar milenium kedua . ] George Sarton ,
bapak sejarah ilmu pengetahuan , menulis bahwa “Haytham tulisan-tulisan Ibnu
menunjukkan perkembangan yang bagus fakultas eksperimental “dan menganggapnya”
tidak hanya muslim terbesar fisikawan, tetapi dengan segala cara yang terbesar
dari abad pertengahan. “ Robert S. Elliot menganggap Ibn al-Haytham untuk
menjadi “salah satu siswa ablest optik sepanjang masa.” Profesor Jim Al-Khalili juga
menganggap dirinya benar pertama ilmuwan “dunia”. Kamus biografi
ilmuwan menulis bahwa Ibn al-Haytham adalah “mungkin ilmuwan terbesar
Abad Pertengahan” dan bahwa “pekerjaannya tetap tertandingi selama hampir 600
tahun sampai saat Johannes Kepler “. Pada konferensi ilmiah pada
bulan Februari 2007 sebagai bagian dari tesis-Falco Hockney , Charles M. Falcoberpendapat
bahwa al-Haytham Ibn pekerjaan di optik mungkin telah mempengaruhi menggunakan
alat bantu optik oleh Renaissance seniman . Falco
mengatakan bahwa ia dan David Hockney ‘s
contoh seni Renaissance “menunjukkan sebuah kontinum dalam penggunaan optik
oleh seniman dari sekitar tahun 1430, arguably dimulai sebagai
hasil dari al-Haytham’s pengaruh Ibnu, sampai hari ini”. The terjemahan Latin pekerjaan utamanya, Kitab al-Manazir
(Kitab Optik), diberikan pengaruh yang besar pada ilmu pengetahuan
Barat: misalnya, pada karya Roger Bacon , yang
mengutip namanya, [29]dan Johannes Kepler . Ini
membawa sebuah kemajuan besar dalam metode eksperimental. Nya penelitian
di catoptrics (studi
tentang sistem optik yang menggunakan cermin) berpusat pada bola dan parabola cermin
dan penyimpangan bola . Dia
membuat pengamatan bahwa perbandingan antara sudut datang dan refraksi tidak
tetap konstan, dan menyelidiki pembesar kekuatan
sebuah lensa . Karyanya
pada catoptrics juga berisi masalah yang dikenal sebagai “masalah Alhazen”
Pada masa kekhalifahan, sejumlah kota Muslim
seperti Baghdad, Kairo, Cordoba, Damaskus, Fez dan Marrakech menjelma
sebagai metropolis dunia. Guna mengimbangi pesatnya perkembangan kota-kota itu,
para ilmuwan Muslim menopangnya dengan sejumlah teknologi. Salah satunya,
meluncurkan metode pengelolaan air yang canggih. Sehingga, pasokan air bagi
kota-kota besar itu tetap melimpah.
Dialah
orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya.
Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku. Bukunya yang berjudul
”Kitabul Manazir” telah memberi ilham bagi perkembangan ilmu optika di
masa-masa kemudian. Tak banyak orang yang tahu bahwa orang pertama yang
menjelaskan soal mekanisme penglihatan pada manusia — yang menjadi dasar teori
optik modern — adalah ilmuwan Muslim asal Irak. Namanya Ibnu Al-Haitam
atau di Barat dikenal dengan nama Alhazen. Lewat karya ilmiahnya,
Kitab Al Manadhir atau Kitab Optik, ia menjelaskan berbagai ragam fenomena
cahaya termasuk sistem penglihatan manusia. Selama lebih dari 500 tahun, Kitab
Al Madahir terus bertahan sebagai buku paling penting dalam ilmu optik. Di
tahun 1572, karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Opticae
Thesaurus.
Bab tiga volume
pertama buku ini mengupas ide-ide dia tentang cahaya. Dalam buku itu, Haytham
meyakini bahwa sinar cahaya keluar dari garis lurus dari setiap titik di
permukaan yang bercahaya.Ia membuat percobaan yang sangat teliti tentang
lintasan cahaya melalui berbagai media dan menemukan teori tentang pembiasan
cahaya. Ia jugalah yang melakukan eksperimen pertama tentang penyebaran cahaya
terhadap berbagai warna. Dalam buku yang sama, ia menjelaskan tentang ragam
cahaya yang muncul saat matahari terbenam, dan juga teori tentang berbagai
macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi. Ia juga
melakukan percobaan untuk menjelaskan penglihatan binokular dan memberikan
penjelasan yang benar tentang peningkatan ukuran matahari dan bulan ketika
mendekati horison.
Haytham mencatatkan namanya sebagai orang pertama yang menggambarkan
seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Ia memberikan penjelasan yang
ilmiah tentang bagaimana proses manusia bisa melihat. Salah satu teorinya yang
terkenal adalah ketika ia mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua
ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia
bisa melihat karena ada cahaya yang keluar dari mata yang mengenai objek.
Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan
bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian
ditangkap mata sehingga bisa terlihat.
Dalam buku
ini, ia menjelaskan bagaimana mata bisa melihat objek. Ia menjelaskan sistem
penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri.
Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva,
iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan
manusia. Salah satu karyanya yang paling menomental adalah ketika Haytham
bersama muridnya, Kamal ad-Din, untuk pertama kali meneliti dan merekam
fenomena kamera obsecura. Inilah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini
digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan
sebagai “ruang gelap”. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang
kecil untuk masuknya cahaya.
Sementara
dalam bukunya Mizan al-Hikmah, ia mendiskusikan kepadatan atmosfer dan
membangun korelasi antara hal tersebut dengan faktor ketinggian. Ia juga
mempelajari pembiasan atmosfer dan menemukan fakta bahwa senja hanya muncul
ketika matahari berada 19 derajat di bawah horison. Dengan dasar itulah, ia
mencoba mengukur tinggi atmosfer. Dalam bukunya, ia juga membahas teori daya
tarik massa, suatu fakta yang menunjukkan ia menyadari korelasi percepatan
dengan gravitasi. Selain di bidang fisika, Ibnu Haytham juga memberikan
kontribusi penting terhadap ilmu matematika. Dalam ilmu ini, ia mengembangkan
analisis geometri dengan membangun hubungan antara aljabar dengan geometri.
Haytham juga
membuat buku tentang kosmologi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan
Yahudi di abad pertengahan. Karya lainnya adalah buku tentang evolusi, yang
hingga kini masih menjadi perhatian ilmuwan dunia.
Sayangnya,
dari sekian banyak karyanya — bukunya diperkirakan berjumlah 200 lebih — hanya
sedikit yang terisa. Bahkan karya monumentalnya, Kitab Al Manadhir, tidak
diketahui lagi rimbanya. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang
ditulis dalam bahasa Latin.
KARYA ABU ALI AL-HASAN IBNU
AL-HAITHAM
·
Peletak Dasar Penciptaan Kamera
Prinsip-prinsip dasar
pembuatannya telah dicetuskan oleh al-Haitham seorang sarjana Muslim, sekitar
1.000 tahun silam, tepatnya pada akhir abad ke-10 M.
Diakui atau tidak kamera merupakan salah satu penemuan dan
karya manusia yang terbilang sangat fenomenal. Melalui kamera, manusia bisa
merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga
galaksi di luar angkasa. Teknologi kamera kini dikuasai Jepang dan negara
Barat.
Namun tahukah Anda bahwa prinsip-prinsip dasar kerja seluruh
kamera telah diletakkan seribu tahun lalu oleh seorang sarjana Muslim? Peletak
prinsip kerja kamera itu tak lain dan tak bukan adalah Ibnu Haitham. Dia adalah
fisikawan Muslim terkemuka di era kekhalifahan. Beragam bidang ilmu seperti
matematika, astronomi, kedokteran. dan kimia dikuasainya. Namun, dia paling
jago dalam bidang optik dan fisika.
Salah satu karya Al-Haitham yang paling menumental adalah
ketika bersama muridnya, Kamaluddin berhasil meneliti dan merekam fenomena
kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika Al-Haitham mempelajari gerhana
matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil
pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui
permukaan datar.
Kajian
ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat
ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah
diartikan sebagai ruang gelap. Biasanya bentuknya berupa kertas
kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan
Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya
disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.
Istilah
kamera obscura yang ditemukan Al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat
oleh Joseph Kepler (1571 M - 1630 M). Terinspirasi kamera obscura dari
Al-Haitam, pada tahun 1827 Joseph Nicephore Niepce di Prancis mulai menciptakan
kamera permanen. Sekitar 60 tahun kemudian George Eastman lalu mengembangkan
kamera yang lebih canggih pada zamannya. Sejak itulah, kamera terus berubah
mengikuti perkembangan teknologi. Prinsip Kerja Kamera Obscura
Penemuan kamera obscura berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari.
Untuk mempelajari fenomena gerhana, al-Haitham membuat lubang kecil pada
dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui
permukaan datar. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan
sebagai ''ruang gelap''.
"Kamera obscura pertama kali dibuat oleh ilmuwan
Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),''ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya
berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz's
perspective. Dunia mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang
terkenal lewat bukunya bertajuk Kitab al-Manazir (Buku optik). Kitab al-Manazir
merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura Untuk
membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, al-Haitham lalu menyusun Al-Bayt
Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap.)
Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun
diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera
obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham
mulai mengganti lubang bidik lensa dengan lensa (camera). Penggunaan lensa
pada kamera obscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535–1615 M).
Joseph Kepler (1571 - 1630 M), meningkatkan fungsi kamera itu dengan
menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar
proyeksi gambar (prinsip ini digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh
modern).Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil,
tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari
penemuan al-Haitham, pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen
untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura.
Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce
di Prancis pada 1827. Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif
untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Tahun 1888,
George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Haitham
dengan baik sekali dan George Eastman lah yang menciptakan kamera kodak. Sebuah
versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat
terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga
digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah
penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban
dunia.
Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada
al-Haitham, yang selama hidupnya telah
menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan
peradaban manusia.Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian
teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian yang
telah dilakukan oleh para ilmuwan Muslim.
Secara
serius al-Haitham mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam
teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang
pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Dalam
salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen - begitu dunia Barat menyebutnya -
juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam.
Al-Haitham pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti
bayangan, gerhana, dan juga pelangi.
·
MENGGAMBARKAN DIAGRAM MATA SECARA DETAIL
Keberhasilan lainnya yang terbilang
fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia
secara detail. Tak heran, jika 'Bapak Optik' dunia
itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan
seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi,
al-Haitham mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa
melihat. Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang
diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan
bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai
objek. Berbeda dengan keduanya, al-Haitham mengoreksi teori ini dengan
menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang
kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat. .
Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan
mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga
menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris,
kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan
manusia. Hasil penelitian al-Haitham itu kemudian dikembangkan Ibnu Firnas di
Spanyol dengan membuat kaca mata.
·
MENCETUSKAN TEORI
Dalam
buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light On Twilight
Phenomena, al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar
bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Menurut al-Haitham, cahaya
fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah
pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat.
Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.
Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu
digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di
dunia. Sayangnya, hanya sedikit yang tersisa bahkan karya monumentalnya, Kitab
al-Manazir , tidak diketahui lagi keberadaannya. Orang hanya bisa mempelajari
terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin
No comments:
Post a Comment